Jumat, 20 Maret 2009

uu no 4 thn 1998 ttg kepailitan

NOMOR 4 TAHUN 1998
TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998
TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN
MENJADI UNDANG-UNDANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :
a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, kehidupan perekonomian nasional perlu diusahakan tetap dapat berkembang dengan wajar;
b. bahwa krisis moneter yang terjadi di Indonesia telah memberi pengaruh tidak menguntungkan terhadap perekonomian nasional, sehingga menimbulkan kesulitan besar terhadap dunia usaha dalam menyelesaikan utang piutang untuk meneruskan kegiatannya, dan menimbulkan dampak yang merugikan masyarakat;
c. bahwa penyelesaian utang piutang di kalangan dunia usaha, besar artinya dalam upaya pemulihan kegiatan usaha pada khususnya dan perkembangan perekonomian nasional pada umumnya, sedang Undang-undang tentang Kepailitan (Faillissements-Verordening Staatsblad 1905 No 217 juncto Staatsblad 1906 No. 348) sebagian besar tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, maka perlu dilakukan perubahan atas Undang-undang tentang Kepailitan tsb;
d. bahwa untuk menciptakan kepastian hukum bagi kepentingan dunia usaha dalam mengatasi persoalan yang mendesak, yaitu penyelesaian utang piutang secara adil, cepat, terbuka, dan efektif, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Tentang Kepailitan;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Tentang Kepailitan menjadi Undang-undang;

Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang tentang Kepaititan (Faillissements-Verordening, Staatsblad 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad 1906 Nomor 3481);

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

Pasal 1

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang. No. 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang tentang Kepailitan ditetapkan menjadi Undang-undang, dan melampirkannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-undang ini.

Pasal 2

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara RI.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 9 September, 1998
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 September 1998
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA RI
ttd.
AKBAR TANDJUNG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 135

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 4 TAHUN 1998
TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN MENJADI UNDANG-UNDANG


UMUM

Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Tujuan tsb dicapai melalui upaya pembangunan nasional dalam segala aspek kehidupan, termasuk aspek ekonomi yang dilakukan secara berkesinambungan. Dalam rangka ini perlu diusahakan agar kehidupan perekonomian nasional tetap dapat berkembang dengan wajar.

Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan kesulitan yang besar terhadap perekonomian nasional khususnya dunia usaha. Kemampuan dunia usaha dalam mengembangkan kegiatannya menjadi sangat terganggu, terutama untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang mereka kepada kreditur. Keadaan ini telah melahirkan akibat berantai, dan apabila tidak segera diselesaikan akan menimbulkan dampak yang lebih luas, antara lain hilangnya kesempatan kerja dan timbulnya kerawanan sosial lainnya.

Oleh karena itu, untuk kepentingan dunia usaha dalam menyelesaikan masalah utang piutang tsb secara adil, cepat, terbuka dan efektif, sangat diperlukan sarana hukum yang mendukungnya.

Pada saat ini, sarana hukum yang tersedia adalah Undang-undang tentang Kepailitan (Faillissements-Verordening, Staatsblad 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad 1906 Nomor 3481), yang tidak sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan bagi penyelesaian masalah kepailitan termasuk masalah penundaan kewajiban pembayaran utang. Berhubung dengan adanya kebutuhan yang sangat mendesak untuk segera mengatasi masalah tsb di atas, Pemerintah berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Tentang Kepailitan.

Sambil menunggu dibentuknya Undang-undang tentang Kepailitan yang baru dan komprehensif, dan sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Tentang Kepailitan perlu ditetapkan menjadi Undang-undang.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3778

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1998
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN

Pasal I

BAB I
TENTANG KEPAILITAN

Bagian 1
Pernyataan Pailit

Pasal 1

(1) Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), dapat juga diajukan oleh Kejaksaan untuk kepentingan umum.
(3) Dalam hal menyangkut debitur yang merupakan bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.
(4) Dalam hal menyangkut debitur yang merupakan perusahaan efek, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.

Pasal 2

(1) Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, ditetapkan oleh Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitur.
(2) Dalam hal debitur telah meninggalkan wilayah Republik Indonesia, Pengadilan yang berwenang menetapkan putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir debitur.
(3) Dalam hal debitur adalah persero atau firma, Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut juga berwenang memutuskan.
(4) Dalam hal debitur tidak bertempat kedudukan dalam wilayah Republik Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya dalam wilayah Republik Indonesia, Pengadilan yang berwenang memutuskan adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum kantor debitur menjalankan profesi atau usahanya.
(5) Dalam hal debitur merupakan badan hukum, maka kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasarnya.

Pasal 3

(1) Dalam hal permohonan pernyataan diajukan oleh debitur yang kawin, permohonan hanya dapat diajukan atas pesetujuan suami atau isterinya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) tidak berlaku apabila tidak ada percampuran harta.

Pasal 4

(1) Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Pengadilan melalui Panitera.
(2) Panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani Panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran.
(3) Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan Negeri dalam jangka waktu paling 1 x 24 jam terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan.
(4) Dalam jangka waktu paling lambat 2 x 24 jam terhitung sejak tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, Pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang.
(5) Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan.

(6) Atas permohonan debitur dan berdasarkan alasan yang cukup, Pengadilan dapat menunda penyelenggaraan sidang sebagimana dimaksud dalam Ayat (5) sampai paling lama 25 (dua puluh lima) hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan.

(7) Permohonan pernyataan pailit terhadap suatu firma harus memuat nama dan tempat kediaman masing-masing persero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang firma.

Pasal 5

Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 56 A, Pasal 66, Pasal 151, Pasal 161, Pasal 197 dan Pasal 205 harus diajukan oleh seorang penasehat hukum yang memiliki izin praktek.

Pasal 6

(1) Pengadilan :
a. Wajib memanggil debitur, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh kreditur atau Kejaksaan;
b. dapat memanggil debitur, dalam hal permohonan pernyataan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Ayat (1) telah terpenuhi.
(2) Pemanggilan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan oleh Panitera paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang pemeriksaan pertama diselenggarakan.
(3) Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Ayat (1) telah terpenuhi.
(4) Putusan atas permohonan pernyataan pailit harus ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan.
(5) Putusan atas permohonan pernyataan pailit sebagaiman dimaksud dalam Ayat (4) harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat dijalankan terlebih dahulu, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum.
(6) Dalam jangka waktu paling lambat 2 x 4 jam terhitung sejak tanggal putusan atas permohonan pernyataan pailit ditetapkan, Pengadilan wajib menyampaikan dengan surat dinas tercatat atau melalui kurir kepada debitur, pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit dan kurator serta Hakim Pengawas, salinan putusan Pengadilan yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut.

Pasal 7

(1) Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum ditetapkan, setiap kreditur atau Kejaksaan dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan kepada Pengadilan untuk :

a. meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayan debitur; atau

b. menunjuk kurator sementara untuk :

1) mengawasi pengelolaan usaha debitur; dan

2) mengawasi pembayaran kepada debitur, pengalihan atau pengagunan kekayaan debitur yang dalam rangka kepailitan memerlukan persetujuan kurator.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) hanya dapat dikabulkan, apabila hal tersebut duperlukan guna melindungi kepentingan kreditur.

(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dikabulkan, Pengadilan dapat menetapkan syarat agar kreditur pemohon memberikan jaminan dalam jumlah yang dianggap wajar oleh Pengadilan.

Pasal 8

(1) Upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit, adalah kasasi ke Mahkamah Agung.

(2) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) diajukan dalam jangka waktu paling lambat 8 (delapan) hari terhitung sejak tanggal putusan yang dimohonkan kasasi ditetapkan, dengan mendaftarkannya pada Panitera dimana Pengadilan yang telah menetapkan putusan atas permohonan pernyataan pailit berada.

(3) Panitera mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang bersangkutan yang diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditanda tangani Panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.

Pasal 9

(1) Pemohon kasasi wajib menyampaikan kepada Panitera memori kasasi dan kepada pihak terkasasi salinan permohonan kasasi berikut salinan memori kasasi, pada tanggal permohonan kasasi didaftarkan.
(2) Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memori kasasi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) kepada pihak terkasasi dalam jangka waktu 1 x 24 jam terhitung sejak permohonan didaftarkan.
(3) Dalam hal pihak terkasasi mengajukan kontra memori kasasi, pihak terkasasi wajib menyampaikan kepada Panitera kontra memori kasasi dan kepada pemohon kasasi salinan kontra memori kasasi, dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pihak terkasasi menerima dokuman sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2).
(4) Dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan, Panitera wajib menyampaikan permohonan kasasi, memori kasasi dan kontra memori kasasi yang bersangkutan kepada Mahkamah agung melalui Panitera Mahkamah agung.

Pasal 10

(1) Mahkamah agung dalam jangka waktu paling lambat 2 x 24 jam terhitung sejak tanggal permohonan kasasi diterima oleh Panitera Mahkamah Agung, mempelajari permohonan tersebut dan menetapkan sidang.
(2) Sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan.
(3) Putusan atas permohonan kasasi harus ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan.
(4) Putusan atas permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3) diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
(5) Dalam jangka waktu paling lambat 2 x 24 jam terhitung sejak tanggal putusan atas permohonan kasasi ditetapkan, Mahkamah Agung wajib menyampaikan kepada Panitera, pemohon, termohon dan kurator serta Hakim Pengawas, salinan putusan kasasi yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut.

Pasal 11

Terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dapat diajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.

Pasal 12

(1) Terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan atas harta pailit, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.

(2) Hal putusan pernyataan pailit dibatalkan sebagai akibat adanya kasasi atau peninjauan kembali, segala perbuatan yang telah dilakukan oleh kurator sebelum atau pada tanggal kurator menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, tetap sah dan mengikat bagi debitur.

Pasal 13

(1) Dalam putusan pernyataan pailit harus diangkat : seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk dari Hakim pengadilan; dan kurator.
(2) Dalam hal debitur atau kreditur tidak mengajukan usul pengangkatan kurator lain kepada pengadilan, maka Balai Harta Peninggalan bertindak selaku kurator.
(3) Kurator yang diangkat sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) huruf b, harus independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitur atau kreditur.
(4) Dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, kurator mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia serta dalam sekurang-kurangnya 2 (dua) surat kabar harian yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas, hal-hal sebagai berikut :

a. ikhtisar putusan pernyataan pailit;
b. identitas, alamat dan pekerjaan debitur;
c. identitas, alamat dan pekerjaan anggota panitia sementara kreditur, apabila telah ditunjuk;
d. tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama kreditur; dan
e. identitas Hakim Pengawas.

Pasal 14

(1) Segera setelah putusan pernyataan pailit yang dibatalkan akibat perlawanan atu banding, yang pertama dalam hal tenggang waktu untuk mengajukan banding telah dilampaui tanpa menggunakannya untuk mengajukan banding, Panitera Pengadilan yang telah memutuskan pembatalan itu kepada Balai Harta Peninggalan, kepada bagian tata usaha Jawatan Pos dan Telegrap, semua kantor pos dan telegrap di tempat kediaman debitur pailit itu. Balai Harta Peninggalan harus mengiklankan tentang hal itu dalam surat-surat kabar seperti dimaksud dalam pasal 13.
(2) Dalam hal putusan pernyataan pailit yang dibatalkan dalam tingkatan banding, pemberitahuan yang sama harus dilakukan kepada Pengadilan yang menjatuhkan putusan tersebut.
(3) Pengadilan yang memutuskan pembatalan putusan pernyataan pailit harus menetapkan biaya kepailitan; Pengadilan membebankan biaya tersebut kepada siapa yang telah mengajukan permohonan pernyataan pailit, kepada debitur atau kepada keduanya menurut perimbangan yang ditetapkan oleh Hakim. Terhadap putusan ini tiada satu upaya hukumpun dapat melawannya. Mengenai penetapan ini harus dibuatkan surat perintah untuk digunakan Balai Harta Peninggalan.
(4) Apabila putusan pernyataan pailit dibatalkan, maka demi hukum hapuslah perdamaianyang mungkin telah terjadi sementara itu.

Pasal 15

(1) Bila mengingat keadaan harta pailit itu mendatangkan petunjuk untuk mencabut kepailitan itu, Pengadilan dapat memerintahkan untuk diadakan pemeriksaan dengan cuma-cuma atas anjuran Hakim Pengawas, dan bila ada panitia para kreditur, setelah mendengar panitia tersebut atau setelah mendengar atau memanggil debitur pailit itu dengan sah, untuk mencabut kepailitan tersebut ini dibuat dalam penetapan Hakim dan diputuskan dalam sidang terbuka untuk umum.
(2) Hakim yang memerintahkan pengakhiran pailit menetapkan jumlah biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator, dan membebankannya kepada debitur.
(3) Biaya dan imbalan jasa tersebut harus didahulukan atas semua utang yang tidak dijamin dengan agunan.
(4) Terhadap penetapan hakim mengenai biaya dan imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) tidak dapat diajukan upaya hukum apapun.
(5) Untuk pelaksanaan pembayaran biaya dan imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), Hakim mengeluarkan fiat eksekusi.

Pasal 16

(1) Tiap pengiklanan dalam Berita Negara RI yang diperintahkan dalam bab ini dilakukan secara cuma-cuma.
(2) Semua surat yang dibuat untuk memenuhi ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini, bebas dari bea materai.
(3) Akan tetapi pembebasan dari bea meterai tidak termasuk pemberitaan dan akta yang berisikan penjualan atau persetujuan lainnya, akta balik nama mengenai benda tak bergerak atau kapal yang termasuk harta pailit, begitu pula mengenai semua surat yang berisikan perselisihan tentang hak dan kewajiban orang yang dinyatakan pailit, kecuali yang diterbitkan atas petunjuk Hakim Pengawas, seperti dimaksud dalam Pasal 118.
(4) Perintis untuk mengadakan pemeriksaan perkara kepailitan secara cuma-cuma, mengakibatkan pula pembebasan dari biaya kepaniteraan.

Pasal 17

Penetapan yang memerintahkan untuk mengadakan pencabutan kepailitan, harus diumumkan dengan cara yang sama seperti pada putusan pernyataan pailit, debitur dan para kreditur dibolehkan mengajukan perlawanan dengan cara dan dalam jangka waktu yang sama pula seperti yang telah ditetapkan mengenai putusan yang menolak pernyataan pailit. Bila setelah diputuskan pencabutan pernyataan demikian, diajukan lagi laporan dan permohonan untuk pernyataan pailit, maka debitur atau pemohon wajib menunjukkan bahwa terdapat hasil yang cukup untuk membayar biaya kepailitan.

Pasal 18

(1) Pada tiap Pengadilan oleh panitia harus diadakan pengelolaan daftar umum di mana harus dibukukan tiap kepailitan dengan masing-masing tanggalnya, yang memuat berturut-turut:

1. sesuatu ikhtisar putusan-putusan Pengadilan yang berisikan pernyataan pailit atau pembatalan pailit;
2. uraian singkat mengenai isi putusan dan pengesahan-pengesahan perdamaian;
3. penghapusan perdamaian;
4. jumlah-jumlah pembagian dalam suatu penyelesaian;
5. pencabutan kepailitan menurut Pasal 15;
6. rehabilitasi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan isi daftar sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Ketua Mahkamah Agung.

(3) Daftar sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) terbuka untuk umum dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenakan biaya.

BAGIAN 2
AKIBAT PERNYATAAN PAILIT

Pasal 19

Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat pernyataan pailit itu dilakukan, beserta semua kekayaan yang diperoleh selama kepailitan itu.

Pasal 20

Akan tetapi dalam kepailtan ini tidak termasuk :
(1) Barang-barang yang disebutkan dalam Reglemen Acara Perdata Pasal 451 No.2-5, uang atau gaji tahunan yang disebutkan dalam reglemen tersebut Pasal-pasal 749 No.3, dan hak cipta, atas hal mana tidak dapat diadakan penyitaan seperti diuraikan dalam Reglemen tersebut Pasal 452 No.1, kecuali dalam kepailitan ini telah diajukan oleh para kreditur penagihan utang-utang seperti yang disebutkan dalam No.2 pasal tersebut;
(2) Semua hasil pendapatan debitur pailit selama kepailitan tersebut dari pekerjaan sendiri, gaji suatu jabatan atau jasa, upah, pensiunan, uang tunggu atau uang tunjangan, sekedar atau sejauh hal itu ditetapkan oleh Hakim Pengawas; (Pasal 21, 66)
(3) Uang yang diberikan kepada debitur pailit untuk memenuhi kewajiban pemberian nafkahnya menurut peraturan perundang-undangan;
(4) Sejumlah uang yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas dari pendapatan hak nikmat hasil seperti yang dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 311 untuk menutup beban yang disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 312 itu;
(5) Tunjangan dari pendapatan anak-anaknya yang diterima oleh debitur pailit berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 318.

Pasal 21

Dalam perkataan "debitur pailit" dalam pasal yang lalu termasuk juga suami/isteri debitur pailit yang kawin atas dasar persatuan harta kekayaan.

Pasal 22

Dengan pernyataan pailit, debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak pernyataan kepailitan itu, termasuk juga untuk kepentingan perhitungan hari pernyataannya itu sendiri.

Pasal 23

Semua perikatan debitur pailit yang dilakukan sesudah pernyataan pailit tidak dapat dibayar dari harta pailit itu, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi kekayaan itu.

Pasal 24

(1) Gugatan-gugatan hukum yang bersumber pada hak dan kewajiban harta kekayaan debitur pailit, harus diajukan terhadap atau oleh Balai Harta Peninggalan.

(2) Bila gugatan-gugatan hukum yang diajukan atau dilanjutkan terhadap debitur pailit mengakibatkan penghukuman debitur pailit itu, maka penghukuman itu tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap harta kekayaan yang telah dimasukkan dalam pernyataan kepailitan itu.

Pasal 25

Begitu pula segala gugatan hukum dengan tujuan untuk memenuhi perikatan dari harta pailit selama dalam kepailitan, walaupun diajukan kepada debitur pailit sendiri, hanya dapat diajukan dengan laporan untuk pencocokannya.

Pasal 26

(1) Bila gugatan hukum yang diajukan oleh kreditur selama dalam keadaan pailit menjadi terkatung-katung, maka gugatan hukum itu atas permintaan tergugat dapat diadakan penundaan untuk memberikan kesempatan kepada tergugat dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Hakim, untuk pengoperan perkara ini oleh Balai Harta Peninggalan.
(2) Bila panggilan untuk pengoperan sengketa ini tidak diindahkan oleh Balai Harta Peninggalan, maka tergugat berhak memohon agar perkara itu digugurkan; jika permohonan itu tidak dilakukan, perkara antara debitur pailit dan tergugat dapat diteruskan tanpa dibebankan kepada harta pailit.
(3) Balai Harta Peninggalan pada setiap waktu tanpa panggilan, berwenang untuk mengambil alih perkara dan membebaskan debitur pailit yang bersangkutan dari persengketaan tersebut.

Pasal 27

(1) Bila ada tuntutan hukum yang diajukan oleh penggugat kepada tergugat, debitur dalam keadaan pailit yang masih terkatung-katung berhak sebagai penggugat dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh Hakim, dapat menarik Balai Harta Peninggalan dalam sengketa perkara yang sedang berlangsung.
(2) Dengan tampilnya Balai Harta Peninggalan di hadapan hakim, berarti Balai Harta Peninggalan mengoper perkara tersebut dan demi hukum debitur pailit itu dibebaskan dari perkara yang bersangkutan.
(3) Bila Balai Harta Peninggalan sewaktu menghadap hakim mengakui gugatan itu, maka biaya perkara pihak lawan (penggugat) bukanlah merupakan suatu utang dari harta pailit.
(4) Bila Balai Harta Peninggalan tidak menghadap hakim, maka putusan yang dijatuhkan terhadap debitur pailit itu tidak tunduk kepada ketentuan dimaksud dalam Pasal 24 Ayat (2).

Pasal 28

Sepanjang tuntutan hukum yang terkatung-katung diajukan bertujuan agar dipenuhi hal-hal dalam perikatan yang menyangkut harta pailit selama dalam pernyataan pailit, maka perkara harus ditangguhkan dulu, dan hanya akan diteruskan kembali bila pencocokan piutang yang bersangkutan dibantah. Dalam hal demikian, yang mengadakan bantahan (pihak pembantah), menjadi pihak yang berpekara sebagai pengganti debitur pailit itu.

Pasal 29

(1) Bila sebelum dinyatakan pailit, berkas perkara telah diserahkan kepada hakim untuk dimohonkan putusannya, maka dalam hal ini tidak berlaku Pasal 24 Ayat (2), Pasal 26-28.

(2) Pasal-pasal 26-28 berlaku kembali, bila oleh hakim yang sedang melakukan pemeriksaan perkara tersebut, diputuskan bahwa untuk perkara itu dapat diteruskan penanganannya.

Pasal 30

Bila suatu gugatan perkara yang dilakukan oleh atau terhadap Balai Harta Peninggalan, terhadap kreditur atau dalam hal berdasarkan Pasal 28 diteruskan, maka baik oleh Balai Harta Peninggalan maupun oleh kreditur yang bersangkutan dapat diajukan pembatalan semua perbuatan debitur sebelum dinyatakan kepailitannya, bila terbukti bahwa perbuatan-perbuatan itu telah dilakukan debitur secara sadar untuk merugikan para krediturnya dan hal itu diketahui oleh pihak lawannya.

Pasal 31

Dalam hal perkara yang diajukan oleh atau terhadap Balai Harta Peninggalan, terhadap kreditur atau yang didasarkan pada Pasal 118, maka hakim dapat memerintahkan kepada debitur pailit untuk melakukan sumpah dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1940.

KUH Perdata Pasal 1940

Hakim dapat, karena jabatan, memerintahkan sumpah kepada salah satu pihak yang berpekara, untuk menggantungkan pemutusan perkara pada penyumpahan itu, atau untuk menetapkan jumlah yang akan dikabulkan.

Pasal 32

(1) Putusan pernyataan pailit mempunyai akibat, bahwa segala putusan hakim menyangkut setiap bagian harta kekayaan debitur yang telah diadakan sebelum diputuskan pernyataan pailit harus segera dihentikan dan sejak saat yang sama pula tidak suatu putusan pun mengenai hukuman paksaan badan dapat dilaksanakn.
(2) Segala putusan mengenai penyitaan, baik yang sudah maupun yang belum dilaksanakan, dibatalkan demi hukum; bila dianggap perlu, Hakim Pengawas dapat menegaskan hal itu dengan memerintahkan pencoretan.
(3) Dengan tidak mengurangi berlakunya Pasal 84, debitur pailit bila sedang menjalankan hukuman penjara, harus dilepaskan, seketika, setelah putusan pernyataan pailit mempunyai kekuatan hukum yang pasti (mutlak), kecuali dalam hal pelaksanaan Pasal 84.

Pasal 32 a

Selama dalam kepailitan, uang paksa yang dikenakan menurut Reglemen Acara Perdata Pasal 606a tidak perlu dibayar.

Pasal 33

Bila sebelum pernyataan pailit debitur, penuntutan kembali atas barang-barang baik yang bergerak maupun yang tak bergerak teleh demikian jauh, sehingga telah ditetapkan hari pelelangannya, maka Balai Harta Peninggalan atas kuasa Hakim Pengawas dapat melanjutkan pelelangan barang tersebut atas beban harta pailit itu.

Pasal 34

Pembaliknamaan barang tak bergerak atau kapal berdasarkan persetujuan untuk memindahtangankan barang-barang tersebut, peletakan hipotek atas barang tak bergerak atau atas kapal yang telah diperjanjikan dalam perikatan terdahulu, begitu pula peletakan hipotek atas hasil panenan, tidak dapat dilakukan dengan sah menurut hukum sesudah keadaan pailit dinyatakan.

Pasal 35

Tuntutan untuk pencocokan mencegah kadaluwarsa.

Pasal 36

(1) Dalam hal pada saat putusan pernyataan pailit ditetapkan terdapat perjanjian timbal balik yang belum atau baru sebagian dipenuhi, maka pihak dengan siapa debitur mengadakan perjanjian tersebut dapat meminta kepada kurator untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh kurator dan pihak tersebut.
(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), Hakim Pengawas menetapkan jangka waktu tersebut.
(3) apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) kurator tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut, maka perjanjian berakhir dan pihak sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dapat menuntut ganti rugi dan akan diperlakukan sebagai kreditur konkuren.
(4) Apabila kurator menyatakan kesanggupannya, maka pihak sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dapat meminta kurator untuk memberikan jaminan atas kesanggupannya melaksanakan perjanjian tersebut.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), Ayat (2), Ayat (3) dan Ayat (4) tidak berlaku terhadap perjanjian yang mewajibkan debitur melakukan sendiri perbuatan yang diperjanjikan.

Pasal 37

Bila hal dimaksud dalam pasal yang lalu, telah diperjanjikan untuk menyerahkan barang dagangan seperti yang biasa diperdagangkan dengan menggunakan suatu jangka waktu, dan penyerahan barang tersebut akan terjadi pada waktu tertentu atau akan lewat setelah adanya pernyataan pailit, maka dengan pernyataan pailit ini persetujuan yang bersangkutan batal dan pihak lawan dengan begitu saja dapat mengajukan diri sebagai kreditur yang bersaing dengan sesama para kreditur untuk mengadakan tuntutan ganti rugi. Bila karena hapusnya perjanjian tersebut harta pailit akan dirugikan, maka pihak lawan wajib mengganti kerugian itu.

Pasal 38

Bila debitur pailit telah menyewa suatu barang, baik Balai Harta Peninggalan maupun pihak yang menyewakan barang untuk sementara dapat mengehntikan sewa tersebut, asalkan pemberitahuan mengenai penghentian sewa dilakukan menjelang berakhirnya persetujuan yang bersangkutan seperti kebiasaan setempat. Setelah itu dalam melakukan penghentian tersebut, harus pula diindahkan jangka waktu yang diadakan dalam persetujuan atau jangka waktu yang lazim, dengan pengertian bahwa jangka waktu tiga bulan pada hakikatnya sudah dianggap cukup. Bila uang sewa telah dibayar sebelumnya, maka sewa itu tidak dapat dihentikan, kecuali menjelang hari barakhirnya pembayaran di muka jangka waktu tersebut. Sejak hari pernyataan pailit itu berlaku, uang sewa merupakan utang harta pailit.

Pasal 39

Para karyawan yang bekerja pada debitur pailit dapat memutuskan hubungan kerjanya, dan Balai Harta Peninggalan juga dapat memutuskan hubungan kerja tersebut dengan mengindahkan jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian kerjanya atau berdasarkan undang-undang dengan pengertian bahwa hubungan kerja dapat diputuskan dengan pemberitahuan yang harus dilakukan setidak-tidaknya dalam jangka waktu enam minggu. Sejak hari pernyataan pailit berlaku, uang upah merupakan utang harta Pailit.

Pasal 40

(1) Segala warisan yang selama kepailitan menjadi hak debitur pailit, tidak boleh diterima begitu saja oleh Balai Harta Peninggalan selain dengan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran mengenai harta peninggalan.

(2) Untuk mengadakan penolakan warisan, Balai Harta Peninggalan memerlukan kuasa Hakim Pengawas.

Pasal 41

(1) Untuk kepentingan harta pailit dapat dimintakan pembatalan atas segala perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditur, yang dilakukan sebelum pernyataan pailit ditetapkan.
(2) Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) hanya dapat dilakukan, apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahuibahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) adalah perbuatan hukum debitur yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan atau karena Undang-undang.

Pasal 42

Apabila perbuatan hukum yang merugikan para kreditur dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit ditetapkan, sedangkan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan debitur, maka kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, debitur dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 Ayat (2) dalam hal perbuatan tersebut :

a. merupakan perikatan dimana kewajiban debitur jauh melebihi kewajiban pihak dengan siapa perikatan tersebut dilakukan;

b. merupakan pembayaran atas, atau pemberian jaminan untuk utang yang belum jatuh tempo dan belum ditagih;

c. dilakukan oleh debitur perorangan, dengan atau terhadap :

1. suami atau istrinya, anak angkat atau keluarganya sampai derajat ketiga;

2. suatu badan hukum di mana debitur atau pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 1) adalah anggota direksi atau pengurus atau apabila pihak-pihak tersebut, baik sendiri-sendiri ataupun bersama-sama, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum tersebut paling kurang sebesar 50 % (lima puluh per seratus) dari modar disetor;

d. dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum, dengan atau terhadap:

1. anggota direksi atau pengurus dari debitur atau suami/isteri, atau anak angkat atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota direksi atau pengurus tersebut;

2. perorangan, baik sendiri atau bersama-sama dengan suami/isteri atau anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari perorangan tersebut, yang ikut serta secara langsung ataupun tidak langsung, dalam kepemilikan pada debitur paling kurang sebesar 50 % (lima puluh per seratus) dari modal yang disetor;

3. perorangan yang suami/isteri, atau anak angkat, atau keluarganya sampai derajat ketiga, yang ikut serta secara langsung ataupun tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur paling kurang sebesar 50 % (lima puluh per seratus) dari modal disetor;

e. dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap badan hukum lainnya, apabila :

1. perorangan anggota direksi atau pengurus pada kedua badan usaha tersebut adalah orang yang sama;

2. suami/isteri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari perorangan anggota direksi atau pengurus debitur merupakan anggota direksi atau pengurus debitur merupakan anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya;

3. perorangan anggota direksi atau pengurus, atau anggota badan pengawas pada debitur, atau suami/isteri, atau anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga, baik sendiri atau bersama-sama, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum lainnya paling kurang sebesar 50 % (lima puluh per seratus) dari modal disetor, atau sebaliknya;

4. debitur adalah anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya;

5. badan hukum yang sama, atau perorangan yang sama baik bersama, atau tidak dengan suami/isterinya, dan atau para anak angkatnya dan keluarganya sampai derajat ketiga serta secara langsung atau tidak langsung dalam kedua badan hukum tersebut paling kurang sebesar 50 % (lima puluh per seratus) dari modal disetor;

6. dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap badan hukum lain dalam kelompok badan hukum dimana debitur adalah anggotanya.

Pasal 43

Hibah yang dikatakan debitur dapat dimintakan pembatalannya, apabila kurator dapat membuktikan bahwa pada saat hibah tersebut dilakukan debitur mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur.

Pasal 44

Kecuali apabila dapat dibuktikan sebaliknya, debitur dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah tersebut merugikan kreditur apabila hibah tersebut dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit ditetapkan.

Pasal 45 dihapus

Pasal 46

Pembatalan penagihan utang oleh debitur (pailit) hanya dapat dilakukan bila dibuktikan bahwa penerima pembayaran itu mengetahui bahwa debitur pailit telah mengajukan laporan permohonan pernyataan pailit, atau bila pembayaran itu merupakan akibat suatu perundingan antara debitur dan kreditur, serta pembayaran itu memberi keuntungan kepada kreditur yang bersangkutan yang mendahulukan pembayaran di atas para kreditur lainnya.

Pasal 47

(1) Berdasarkan pasal yang lalu tidak dapat dilakukan penagihan kembali dari seseorang pemegang surat perintah pembayaran atau surat pembayaran atas tunjuk yang karena hubungan hukum pemegang-pemegangnya dahulu, diwajibkan menerima pembayaran.
(2) Dalam hal ini, maka orang yang mendapat keuntungan dari pengeluaran surat berharga itu wajib mengembalikan jumlah uang tersebut kepada harta pailit, bila dapat dibuktikan bahwa surat-surat berharga tersebut dikeluarkan atas dasar dimaksud dalam pasal yang lalu, atau bila surat-surat berharga tersebut diberikan akibat suatu perundingan dimaksud dalam pasal yang lalu.

Pasal 48

(1) Sebagaimana tuntutan hukum berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 41-47, harus diajukan oleh Balai Harta Peninggalan.
(2) Walaupun demikian para kreditur, berdasarkan alasan ketentuan dalam pasal tersebut, dapat mengajukan bantahan tentang penerimaan tagihan-tagihan.

Pasal 49

Bila kepailitan berakhir dengan perdamaian yang disahkan, maka hal itu mengakibatkan gugurnya tuntutan hukum yang dimaksud dalam pasal yang lalu, kecuali dalam hal bahwa perdamaian itu berisi pelepasan harta pailit, yang atasnya oleh para pemberes harta, demi kepentingan para kreditur, dapat diajukan tuntutan atau melanjutkan.

Pasal 50

(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Pasal 45, karena pembatalan perbuatan hukum, maka segala yang diberikan dari harta kekayaan debitur pailit harus dikembalikan oleh orang yang kepadanya telah disampaikan pembatalan perbuatan hukum itu.

(2) Bila orang yang disebut terakhir itu tidak dapat mengembalikan barang yang telah diterimanya dalam keadaan seperti semula, ia wajib memberikan ganti rugi kepada harta pailit itu.

(3) Hak pengembalian barang itu yang dikembalikan berdasarkan itikad baik, harus dilindungi.

(4) Semua barang atau nilai uangnya dikembalikan oleh Balai Harta Peninggalan sepanjang harta benda itu mendapat manfaat. Untuk kekurangannya akibat pembatalan perbuatan hukum tersebut, maka yang berkepentingan dapat mengajukan diri sebagai kreditur konkuren.

Pasal 51

(1) Setiap pembayaran yang dilakukan oleh seseorang kepada debitur pailit untuk memenuhi perikatan yang telah ada sebelum pernyataan pailit, membebaskannya dan berada di luar harta pailit, sejauh ia tidak mengetahui tentang pernyataan pailit itu.
(2) Pembayaran yang dimaksud pada ayat yang lalu dan yang terjadi sesudah pernyataan pailit, tidak dapat dibebaskan dan berada di luar harta pailit, kecuali bila yang berkepentingan dapat membuktikan bahwa pernyataan pailit dan cara pengumumannya menurut ketentuan dalam undang-undang tidak mungkin dapat diketahui di tempat tinggalnya, dengan tidak mengurangi hak Balai Harta Peninggalan untuk membuktikan sebaliknya, bahwa pada hakikatnya pernyataan pailit dan cara pengumumannya menurut ketentuan dalam undang-undang tidak mungkin dapat diketahui di tempat tinggalnya, dengan tidak mengurangi hak Balai Harta Peninggalan untuk membuktikan sebaliknya, bahwa pada hakikatnya pernyataan pailit itu sudah harus diketahui oleh yang berkepentingan termaksud.
(3) Pembebasan dari harta pailit bagi debitur pailit setidak-tidaknya dapat dilakukan bila pembayaran yang diterima oleh debitur pailit dapat menguntungkan harta pailit tersebut.

Pasal 52

(1) Baik debitur maupun kreditur terhadap debitur pailit, diperkenankan mengajukan perbandingan utang piutang, bila tuntutan utang maupun piutang tersebut keduanya terjadi dan perbuatan hukum itu telah dilakukannya sebelum pernyataan pailit diputuskan.
(2) Bila dianggap perlu, maka utang piutang terhadap debitur pailit diperhitungkan menurut ketentuan-ketentuan dalam Pasal 126 dan Pasal 127.

Pasal 53

(1) Walaupun demikian, seorang yang sebelum pernyataan pailit diputuskan telah mengoper utang atau piutang debitur dari pihak ketiga, tidak dapat meminta perbandingan utang piutang, bila sewaktu mengadakan pengoperan utang piutang tersebut tidak dilakukan dengan itikad baik.

(2) Untuk segala utang piutang yang dioper sesudah pernyataan pailit diputuskan, sama sekali tidak dapat diadakan perbandingan utang piutang.

Pasal 54

Debitur kepada debitur pailit, bila hendak mengadakan perbandingan utang piutang atas surat berharga yang berupa surat perintah pembayaran atau surat atas tunjuk, wajib membuktikan bahwa ia pada saat keputusan pernyataan pailit, telah menjadi pemilik secara beritikad baik dari surat berharga yang berupa surat perintah pembayaran atau surat atas tunjuk yang bersangkutan.

Pasal 55

Seorang yang berada dalam suatu persekutuan dengan debitur, yang karena atau selama kepailitan itu dibubarkan, berhak untuk mengurangi bagian debitur pailit itu pada waktu diadakan pembagian keuntungan yang seharusnya menjadi hak untuk memperhitungkan utang yang dibuatnya dalam persekutuan itu.

Pasal 56

(1) Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 56 A, setiap kreditur yang memegang hak tanggungan hak gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.
(2) Bila tagihannya merupakan halyang dimaksud dalam Pasal 126 dan Pasal 127, barulah tuntutan ini dapat dilaksanakn setelah terjadinya pencocokan utang piutang, dan tuntutannya hanya merupakan sejumlah uang yang tagihannya memang dapat diakui kebenarannya.
(3) Begitu pula pemegang panenan berdasarkan perikatan yang ada, dapat mengajukan tuntutan atas haknya, seolah-olah tidak ada kepailitan.

Pasal 56 A

(1) Hak eksekusi kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) dan hak pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitur yang pailit atau kurator, ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan pailit ditetapkan.
(2) Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku terhadap tagihan kreditur yang dijamin dengan uang tunai dan hak kreditur untuk memperjumpakan utang.
(3) Selama jangka waktu penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kurator dapat menggunakan atau menjual harta pailit yang berada dalam pengawasan kurator dalam rangka kelangsungan usaha debitur, sepanjang untuk itu telah diberikan perlindungan yang wajar bagi kepentingan kreditur atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(4) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) barakhir karena hukum pada saat kepailitan diakhiri lebih dini atau pada saat dimulainya keadaan insolvensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 ayat (1).
(5) Permohonan kepada kurator untuk mengangkat penangguhan atau mengubah syarat-syarat penangguhan tersebut.
(6) Apabila kurator menolak permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), kreditur atau pihak ketiga dapat mengajukan permohonan tersebut kepada hakim pengawas.
(7) Hakim Pengawas selambat-lambatnya 1 (satu) hari sejak permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) diajukan, wajib memerintahkan kurator untuk segera memanggil dengan surat tercatat atau melalui kurir, para kreditur dan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) untuk didengar pada sidang pemeriksaan atas permohonan tersebut.
(8) Hakim Pengawas wajib memberikan putusan atas permohonan dimaksud dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari terhitung sejak permohonan sebagaimana dimaksud tersebut dalam ayat (6) diajukan kepada Hakim Pengawas.
(9) Dalam memutuskan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Hakim Pengawas mempertimbangkan :

a. lamanya jangka waktu penangguhan yang sudah berlangsung;
b. perlindungan kepentingan para kreditur dan pihak ketiga dimaksud;
c. kemungkinan terjadinya perdamaian;
d. dampak penangguhan tersebut atas kelangsungan usaha dan manajemen usaha debitur serta pemberesan harta pailit.

(10) Putusan Hakim Pengawas atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat berupa diangkatnya penangguhan untuk satu atau lebih kreditur, dan atau menetapkan persyaratan tentang satu atau beberapa agunan yang dapat dieksekusi oleh kreditur.
(11) Apabila Hakim Pengawas menolak untuk mengangkat atau mengubah persyaratan penangguhan tersebut, Hakim Pengawas memerintahkan agar kurator memberikan perlindungan yang dianggap wajar untuk melindungi kepentingan pemohon.
(12) Terhadap putusan Hakim Pengawas, kreditur atau pihak ketiga yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) atau kurator dapat mengajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari terhitung sejak putusan ditetapkan, dan pengadilan wajib memutuskan perlawanan tersebut dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal perlawanan tersebut diajukan.
(13) Terhadap putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (12) tidak dapat diajukan kasasi atau peninjauan kembali.

Pasal 57

(1) Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 56 A, kreditur pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) harus melaksanakan haknya tersebut dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak dimulainya keadaan insolvensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 ayat (1).
(2) Setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kurator harus menuntut diserahkannya barang yang menjadi agunan untuk selanjutnya dijual sesuai dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169, tanpa mengurangi hak pemegang hak tersebut untuk memperoleh hasil penjualan agunan tersebut.
(3) Setiap waktu kurator dapat membebaskan barang yang menjadi agunan dengan membayar kepada kreditur yang bersangkutan jumlah terkecil antara harga pasar barang agunan dan jumlah utang yang dijamin dengan barang agunan tersebut.

Pasal 58

(1) Pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) yang melaksanakan haknya, wajib memberikan pertanggungjawaban kepada kurator tentang hasil penjualan barang yang menjadi agunan dan menyerahkan kepada kurator sisa hasil penjualan setelah dikurangi jumlah utang, bunga dan biaya.
(2) Atas tuntutan kurator atau kreditur yang diistimewakan, pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyerahkan bagian dari hasil penjualan tersebut untuk jumlah yang sama dengan jumlah tagihan yang diistimewakan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berlaku pula bagi pemegang hak agunan atas panenan.

(4) Apabila hasil penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak cukup melunasi piutang yang bersangkutan, maka pemegang hak tersebut dapat mengajukan tagihan pelunasan atas kekurangan tersebut dari harta pailit sebagai kreditur konkuren, setelah mengajukan permintaan pencocokan utang.

Pasal 59

Kreditur berhak menahan barang-barang kepunyaan debitur pailit sampai waktu pelunasan utangnya, tidak kehilangan haknya untuk menahan barang-barang tersebut sehubungan dengan pernyataan pailit itu.

Pasal 60

(1) Bila seorang suami dinyatakan pailit, isteri dibolehkan mengambil kembali semua barang bergerak dan barang tak bergerak kepunyaannya sendiri, yang tidak termasuk dalam persatuan harta perkawinan.

(2) Bila suami atau isteri dalam perkawinannya membawa barang yang tidak dimasukkan dalam harta persatuan, maka hal demikian harus dibuktikan berdasarkan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 150.

(3) Bila selama perkawinan barang tak bergerak diwariskan, dihibahwasiatkan, dihibahkan kepada isteri, maka bila terjadi perselisihan atas barang tersebut, hal itu harus dibuktikan menurut cara dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 166.

(4) Begitu pula di luar persatuan, barang yang berasal dari penanaman modal atau dibeli dari uang kepunyaan isteri, bila terjadi perselisihan mengenai hal itu, isteri boleh mengambil kembali barang tersebut bila ia dapat membuktikan dengan surat bukti yang cukup dan hakim dalam hal ini akan menetapkannya.

(5) Bila barang kepunyaan isteri telah dijual oleh suaminya, akan tetapi belum dibayarkan atau uang hasil penjualannya masih terpisah dari harta pailit (belum dimasukkan/dicampurkan dengan harta pailit), maka isteri boleh mengambil uang pembayaran atau uang hasil penjualan barang tersebut.
Utang piutang secara pribadi, dalam hal ini isteri dapat tampil selaku kreditur.

Pasal 61

Isteri tidak boleh mengajukan tuntutan keuntungan yang diperjanjikan dalam perkawinan dengan bersyarat. Sebaliknya para kreditur tidak boleh memanfaatkan keuntungan yang telah diperjanjikan oleh isteri kepada suami dalam perkawinan dengan bersyarat.

Pasal 62

(1) Kepailitan seorang suami atau isteri yang kawin dengan persatuan harta, diperlakukan sebagai kepailitan dari persatuan harta tersebut. Dengan tidak mengurangi adanya segala pengecualian dimaksud dalam Pasal 20, maka kepailitan ini meliputi semua persatuan harta, sedangkan kepailitan ini adalah untuk kepentingan semua kreditur yang berhak minta pembayaran utang-utang itu dari seluruh persatuan harta dalam perkawinan.
Bila suami atau isteri yang dinyatakan pailit itu mempunyai barang yang tidak termasuk persatuan harta dalam perkawinan, barang inipun dimasukkan dalam harta kepailitan, akan tetapi diperuntukkan bagi utang yang mengikat debitur pailit yang bersifat pribadi.

(2) Ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini mengenai perbuatan hukum yang dilakukan seorang debitur, berlaku juga bagi seorang suami atau isteri dalam perkawinan dengan persatuan harta yang dinyatakan pailit; terhadap perbuatan hukum yang mengakibatkan terikatnya persatuan harta tersebut, tidak perlu diindahkan siapakah dari antara suami atau isteri tersebut yang melakukan perbuatan hukum tersebut.

BAGIAN 3
PENGURUSAN HARTA PAILIT


Paragraf 1
Hakim Pengawas

Pasal 63

Hakim Pengawas mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit.

Pasal 64

Sebelum memutuskan sesuatu yang ada sangkut-pautnya dengan pengurusan dan pemberesan harta pailit, pengadilan wajib mendengar nasihat dari Hakim Pengawas terlebih dahulu.

Pasal 65

(1) Untuk mendapat keterangan mengenai segala hal yang ada sangkut pautnya dengan kepailitan, Hakim Pengawas berwenang untuk mendengar saksi-saksi atau memerintahkan para ahli untuk menyeledikinya.
(2) Para saksi diberikan surat panggilan atas nama Hakim Pengawas.
(3) Apabila ada saksi yang tidak datang menghadap atau menolak memberikan kesaksiannya, maka bagi mereka berlaku Pasal 140, Pasal 141 dan Pasal 148 Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (Het Herziene Inlandsch Reglement) atau Pasal-pasal 16, 167 dan 176 Reglemen Acara Hukum untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Rechtsreglement Buitengewesten).
(4) Apabila saksi mempunyai tempat kedudukan hukum diluar kedudukan hukum Pengadilan yang menetapkan putusan pernyataan pailit, Hakim Pengawas dapat melimpahkan pendengaran keterangan saksi kepada Pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum saksi.

Pasal 66

(1) Terhadap semua ketetapan yang dibuat oleh Hakim Pengawas dapat dimohonkan banding kepada Pengadilan dalam jangka waktu lima hari. Pengadilan memutuskan hal tersebut setelah yang berkepentingan didengar keterangannya atau dipanggil sebagaimana layaknya.

(2) Akan tetapi pemohon banding demikian tidak dapat ditujukan pada ketetapan sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal 20 - 2 dan 4, 33, 57 ayat (1), 76, 95, 97, 121, 123 ayat (4), 169, 170 ayat (2), 171 ayat (1) dan ayat (2), 172, 174 dan 175. (Pasal 5, 67, 82 dan seterusnya).

Paragraf 2
Tentang Kurator

Pasal 67

(1) Tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan atau pemberesan harta pailit.
(2) Dalam melakukan tugasnya, kurator :

a. tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur atau salah satu organ debitur, meskipun dalam keadaan diluar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan;

b. dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, semata-mata dalam rangka meningkatkan nilai harta pailit.

(3) Apabila dalam melakukan pinjaman dari pihak ketiga kurator perlu membebani harta pailit dengan hak tanggungan, gadai atau agunan atas hak kebendaan lainnya, maka pinjaman tersebut harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan Hakim Pengawas.
(4) Pembebanan harta pailit dengan hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), hanya dapat dilakukan terhadap bagian harta pailit yang belum dijadikan jaminan utang.
(5) Untuk menghadap dimuka Pengadilan, kurator harus terlebih dahulu mendapat izin dari Hakim Pengawas, kecuali menyangkut sengketa pencocokan piutang atau dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 57 ayat (2).

Pasal 67 A

(1) Kurator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67, adalah :

a. Balai Harta Peninggalan; atau
b. kurator lainnya.

(2) Yang dapat menjadi kurator sebagimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, adalah :

a. perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau membereskan harta pailit; dan
b. telah terdaftar pada departemen Kehakiman

Pasal 67 B

(1) Pengadilan setiap saat dapat mengabulkan usul penggantian kurator, setelah memanggil dan mendengar kurator dan menganngkat kurator lain dan atau mengangkat kurator tambahan :

a. atas permintaan kurator sendiri;
b. atas permintaan kurator lainnya, jika ada;
c. atas usulan Hakim Pengawas, atau
d. atas permintaan debitur yang pailit.

(2) Pemgadilan harus memberhentikan atau mengangkat kurator atas permintaan atau atas usul kreditur komkuren berdasarkan putusan rapat kreditur yang diselenggarakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81, dengan persyaratan putusan tersebut diambil berdasarkan suara setuju lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah piutang kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.

Pasal 67 C

Kurator bertanggung jawab, terhadap atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.

Pasal 67 D

Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 69, dalam putusan pernyataan pailit dicantumkan pula besarnya imbalan jasa bagi kurator.

Pasal 68

(1) Para kreditur atau panitia yang diangkat dari pihak debitur dan begitu pula pihak debitur pailit dapat mengajukan permohonan perlawanan kepada Hakim Pengawas terhadap perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan ataupun memohon surat perubahan dari Hakim Pengawas, agar Balai Harta Peninggalan melakukan perbuatan hukum tertentu yang telah direncanakan.

(2) Surat permohonan mengenai hal tersebut diatas oleh Hakim Pengawas selekasnya dikirimkan kepada Balai Harta peninggalan, yang dalam waktu tiga hari berikutnya wajib mengirimkan sarannya kepada Hakim Pengawas. Hakim Pengawas memutuskan hal tersebut dalam waktu tiga hari setelah diterimanya saran dari Balai Harta Peninggalan.

Pasal 69

Besarnya imbalan jasa yang harus dibayarkan kepada kurator ditetapkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Kehakiman.

Pasal 70

Dengan tidak adanya kuasa dari Hakim Pengawas yang seharusnya ada atau tidak mengindahkan ketentuan dimaksud dalam Pasal 75 dan Pasal 76, sepanjang mengenai pihak ketiga, hal itu tidak berpengaruh terhadap sahnya perbuatan hukum Balai Harta Peninggalan yang hanya dipertanggungjawabkan kepada debitur pailit dan para kreditur.

Pasal 70 B

(1) Setiap tiga bulan, kurator harus menyampaikan laporan kepada Hakim Pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersifat terbuka untuk umum dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dipungut biaya.
(3) Hakim Pengawas dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Paragraf 3
Panitia (Komisi) Para Kreditur

Pasal 71

(1) Dalam putusan pernyataan pailit atau ketetapan yang diadakan kemudian, bila hal itu dianggap penting atau jika hal itu dikehendaki bagi kepentingan harta pailit, pengadilan dapat membentuk suatu panitia sementara yang terdiri dari satu sampai tiga anggota yang dipilih dari para kreditur yang dikenalnya dengan maksud untuk memberi nasihat kepada Balai Harta Peninggalan, selama dalam hal ini belum ada keputusan tentang pembentukan panitia sebagaimana disebutkan dalam pasal yang berikut.

(2) Orang yang diangkat sebagai anggota panitia, dapat mewakili kepada orang lain untuk menjalankan segala pekerjaan yang tertahan dengan keanggotaan tersebut.
Bila seorang anggota sementara tersebut tidak menerima pengangkatannya sebagai anggota, berhenti sebagai anggota atau meninggal, maka pengadilan mengisi lowongan itu dengan salah seorang yang dicalonkan oleh Hakim Pengawas.

Pasal 72

(1) Setelah pencocokan utang selesai dilakukan, Hakim Pengawas wajib menawarkan kepada para kreditur untuk membentuk Panitia Kreditur secara tetap.
(2) Atas permintaan kreditur komkuren berdasarkan putusan kreditur konkuren dengan suara terbanyak biasa dalam rapat kreditur, Hakim Pengawas :

a. mengganti panitia kreditur sementara, apabila dalam putusan pernyataan pailit telah ditunjuk panitia kreditur sementara; atau
b. membentuk panitia kreditur, apabila dalam putusan pernyataan pailit belum diangkat panitia kreditur.

Pasal 73

Panitia setiap waktu berhak meminta agar diperlihatkan segala buku-buku dan surat-surat mengenai kepailitan. Balai Harta Peninggalan wajib memberikan kepada panitia segala keterangan yang dimintanya.

Pasal 74

Balai Harta Peninggalan dapat mengadakan rapat dengan panitia untuk meminta nasihatnya, bila dianggap perlu.

Pasal 75

(1) Balai Harta Peninggalan wajib meminta nasihat panitia sebelum mengajukan atau melanjutkan suatu gugatan, mengadakan pembelaan terhadap gugatan atau gugatan yang sedang diurus, kecuali mengenai sengketa dalam pencocokan utang piutang juga mengenai meneruskan atau tidaknya pengelolaan perusahaan, demikian juga mengenai hal-hal dimaksud dalam pasal-pasal 36, 38, 349, 57 ayat (2), 97, 98, 170 ayat (3) dan pasal 172, dan juga pada umumnya mengenai cara pemberesan harta pailit serta penjualannya, dan megenai saat ataupun jumlah pembagian harta pailit yang harus dilakukan.
(2) Nasihat tidak diperlukan, bila Balai Harta Peninggalan telah memanggil panitia agar mengadakan rapat untuk memberi nasihat, akan tetapi nasihat itu tidak diberikan meskipun Balai Harta Peninggalan telah mengindahkan jangka waktu yang sepatutnya untuk itu.

Pasal 76

Balai Harta Peninggalan tidak terikat pada nasihat panitia. Selekasnya hal itu harus diberitahukan kepada panitia yang selanjutnya dapat meminta keputusan tentang hal itu kepada Hakim Pengawas. Bila panitia menyatakan maksudnya tersebut, Balai Harta Peninggalan wajib menangguhkan selama tiga hari untuk melakukan perbuatan yang telah direncanakan yang berlawanan dengan nasihat panitia tersebut.

Paragraf 4
Rapat Para Kreditur

Pasal 77

(1) Dalam rapat para kreditur, Hakim pengawas adalah ketuanya.

(2) Dalam rapat-rapat tersebut Balai Harta Peninggalan harus hadir.

Pasal 77 A

(1) Hakim Pengawas menentukan hari, tanggal, waktu dan tempat rapat kreditur pertama, yang harus diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan.
(2) Dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, Hakim pengawas wajib menyampaikan kepada kurator rencana penyelenggaraan rapat kreditur pertama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, kurator wajib memberitahukan kepada kreditur dengan surat tercatat atau melalui kurir.

Pasal 78

(1) Segala putusan rapat kreditur ditetapkan berdasarkan suara setuju sebesar lebih dari 1/2 (saru perdua) jumlah suara yang dikeluarkan oleh para kreditur dan/atau kuasa para kreditur yang hadir pada rapat yang bersangkutan.
(2) Perhitungan jumlah hak suara kreditur diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pemecahan piutang yang dilakukan setelah pernyataan pailit ditetapkan, tidak memiliki hak suara.

Pasal 79

Yang mempunyai hak suara ialah para kreditur yang diakui dan mereka yang diterima sebagai kreditur dengan bersyarat, dan begitu pula para pembawa piutang yang telah dicocokan berdasarkan surat berharga atas tunjuk.

Pasal 80

Bagi para kreditur yang telah memberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan, bahwa untuk kepailitan tersebut telah mengangkat seorang kuasa atau pada suatu rapat telah menyuruh orang lain untuk mewakilinya, maka semua panggilan dan semua pemberitahuan harus dikirim kepada penerima kuasa atau wakil tersebut, kecuali dengan permintaan secara tertulis kepada Balai Harta Peninggalan, bahwa pengirim atau pemberitahuan itu harus dilakukan kepada para kreditur itu sendiri atau kepada penerima kuasa lainnya.

Pasal 81

(1) Selain rapat-rapat yang harus dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan ini, setiap waktu dapat diadakan rapat kreditur, bila Hakim Pengawas menganggap hal itu perlu atau bila diminta dengan alasan yang kuat oleh panitia para kreditur, atau paling sedikit oleh lima kreditur yang mewakili 1/5 (seperlima) semua piutang yang telah diakui atau diterima dengan bersyarat.
(2) Hakim Pengawas menentukan hari, jam dan tempat rapat dan untuk itu para kreditur yang mempunyai hak suara harus dipanggil oleh Balai Harta Peninggalan dengan iklan dan surat-surat kabar dimaksud dalam pasal 13 dan surat-surat untuk kepentingan itu, yang memuat hal-hal yang akan dibicarakan dalam rapat.
(3) Hakim Pengawas menentukan sekaligus jangka waktu yang harus diperhatikan antara hari panggilan dan hari rapat, dalam hal mana kedua hari tersebut tidak diperhitungkan.

Paragraf 5
Ketetapan-ketetapan hakim

Pasal 82

Semua ketetapan mengenai hal pengurusan atau pembereesan harta pailit, dilakukan oleh Pengadilan dalam tingkat terakhir, kecuali bila ditentukan sebaliknya.

Pasal 83

Semua ketetapan mengenai hal pengurusan atau pemberesan harta pailit, begitu pula yang dibuat oleh Hakim Pengawas, dapat dijalankan terlebih dahulu atas surat ketetapan aslinya, kecuali dalam hal ditetapkan sebaliknya.

BAGIAN 4
TINDAKAN SELANJUTNYA SETELAH PERNYATAAN PAILIT DAN
TUGAS PENGURUSAN BALAI HARTA PENINGGALAN

Pasal 84

(1) Pengadilan dalam putusan pernyataan pailit atau pada setiap waktu setelah itu, tetapi dalam hal terakhir hanya dilakukan atas usul Hakim Pengawas atau atas permintaan seorang atau beberapa kreditur setelah mendengar Hakim Pengawas, dapat memerintahkan agar debitur pailit dikenakan penyanderaan, baik dalam penjara maupun dirumah oleh pegawai penguasa umum.
(2) Perintah dalam ayat (1) tersebut dijalankan oleh penuntut umum (Kejaksaan).
Perintah tersebut tidak berlaku untuk lebih dari tiga puluh hari terhitung dari hari mulainya perintah itu dilaksanakan. Pada akhir tenggang waktu tersebut atau atas usul Hakim Pengawas atau atas permintaan, dan setelah mendengar seperti yang dimaksud dalam ayat (1) tersebut di atas, pengadilan dapat memperpanjang perintah untuk jangka waktu paling lama tiga puluh hari. Setelah itu dapat pula hal yang sama dilakukan untuk paling lama tiga puluh hari.

Pasal 85

(1) Pengadilan berwenang, atas usul Hakim pengawas atau atas permintaan debitur pailit, untuk membebaskan debitur pailit dari tahanan, dengan atau tanpa uang jaminan bahwa bila ada panggilan ia akan datang mengahadap.
(2) Jumlah uang jaminan ditetapkan oleh Pengadilan, dan bila debitur pailit tidak dapat datang menghadap, hal itu akan diperhitungkan dengan harta pailitnya.

Pasal 86

Permintaan untuk menyandera debitur pailit harus dikabulkan apabila permintaan itu didasarkan atas alasan bahwa debitur pailit itu memang dengan sengaja tanpa alasan yang sah, tidak memenuhi kewajibanyang dibebankan kepadanya dalam pasal-pasal 88, 101, dan 122.

Pasal 87

(1) Dalam segala hal di mana diperlukan kehadiran debitur pailit pada tindakan yang menyangkut harta pailit, bila debitur pailit berada dalam penyanderaan, atas perintah Hakim Pengawas ia dapat diambil dari tempat penyanderaannya untuk dibawa ke tempat tindakan hukum dilakukan.
(2) Perintah ini dijalankan oleh Kejaksaan.

Pasal 88

Selama dalam kepailitan, debitur pailit tidak boleh meninggalkan tempat tinggalnya tanpa izin dari Hakim Pengawas.

Pasal 89

Segara setelah menerima pemberitahuan dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3), Balai Harta Peninggalan dengan segala upaya yang diperlukan dan patut harus menyelamatkan harta pailit itu. Segera harus diambil dan disimpan segala surat, uang, barang perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terimanya.

Pasal 90

(1) Atas persetujuan Hakim Pengawas berdasarkan alasan untuk mengamankan harta pailit, dapat dilakukan penyegelan atas harta pailit.
(2) Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Panitera atau panitera Pengganti ditempat harta tersebut berada dengan dihadiri oleh dua saksi yang salah satu diantaranya adalah wakil dari Pemerintah daerah setempat.

Pasal 91

(1) Balai Harta Peninggalan harus selekasnya mulai membuat uraian mengenai harta pailit.
(2) Penguraian harta pailit dapat dilakukan di bawah tangan, sedangkan penilaiannya harus dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan, satu dan lain hal dengan pengesahan Hakim Pengawas.
(3) Para anggota panitia sementara dari para kreditur berhak untuk menghadiri penguraian harta pailit itu. (Rv 672 dan seterusnya).

Pasal 92

Mengenai barang-barang yang disebutkan dalam Pasal 20-1 harus dibuatkan pertelaannya yang dilampirkan pada uraiannya, sedangkan mengenai barang-barang yang disebutkan dalam Pasal 89 harus dimasukkan dalam uraian (Fv.91).

Pasal 93

Segera setelah dibuat uraian harta pailit, Balai Harta Peninggalan harus mulai membuat suatu pertelaan yang menyatakan sifat dan jumlah utang dan piutang harta pailit, nama dan tempat para kreditur, dan jumlah piutang setiap kreditur (Fv. 16, 91, 93, 101 jo 86).

Pasal 94

Uraian harta pailit dimaksud dalam pasal 91 dan pertelaan yang dimaksud dalam Pasal 93, oleh Balai Harta Peninggalan diperlukan untuk dapat dilihat secara cuma-cuma bagi kepentingan umum.

Pasal 95

(1) Berdasarkan persetujuan Panitia Kreditur, kurator dapat melanjutkan usaha debitur yang dinyatakan pailit walaupun terhadap putusan pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.

(2) Apabila dalam putusan pernyataan pailit tidak diangkat Panitia Kreditur, persetujuan untuk melanjutkan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan oleh Hakim Pengawas.

Pasal 96

(1) Balai Harta Peninggalan membuka surat-surat dan telegram yang dialamatkan kepada debitur pailit. surat-surat dan telegram-telegram yang tidak ada sangkut pautnya dengan harta pailit segera diserahkan kepada debitur pailit. Setelah mendapat pemberitahuan dari tat usaha Jawatan Pos dan Telegram dan kantor-kantor pos dan telegraf di tempat kediaman, debitur pailit wajib menyampaikan kepada Balai Harta Peninggalan semua surat dan telegram yang dialamatkan kepada debitur pailit, hingga Balai Harta Peninggalan atau oleh Hakim Pengawas, atau setelah diterima surat pemberitahuan dimaksud dalam Pasal 14.
(2) Semua pengaduan mengenai debitur pailit harus diajukan kepada Balai Harta Peninggalan.
(3) Surat juru sita yang dikeluarkan untuk melaksanakan perbuatan hukum yang disebutkan dalam Pasal 56, harus ditujukan kepada Balai Harta Peninggalan.

Pasal 97

Balai Harta Peninggalan berwenang menurut keadaan memberikan sejumlah uang yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas guna membiayai penghidupan debitur pailit.

Pasal 98

(1) Atas persetujuan Hakim pengawas, kurator dapat mengalihkan harta pailit sepanjang diperlukan untuk menutup ongkos kepailitan atau apabila penahanannya akan mengakibatkan kerugian pada harta pailit diajukan kasasi atau peninjauan kembali.
(2) Dalam hal tersebut berlaku Pasal 169 (baca juga Pasal 171 ayat (1).

Pasal 99

(1) Semua uang, barang-barang perhiasan, efek dan surat berharga lainnya, harus disimpan sendiri oleh Balai Harta Peninggalan, kecuali bila Hakim Pengawas menetapkan cara penyimpanan lain.

(2) Uang tunai yang tidak diperlukan untuk mengerjakan pengurusan, harus dibungakan menurut ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam instruksi bagi Balai Harta Peninggalan.

Pasal 100

Balai Harta Peninggalan berwenang setelah mendapat nasihat dari panitia kreditur, bila panitia tersebut ada, dan dengan persetujuan Hakim Pengawas, untuk menyerahkan perbuatan hukum yang bersifat perdamaian dan persetujuan untuk menyelesaikan bersama secara baik.

Pasal 101

(1) Debitur pailit wajib menghadapi hakim Pengawas, Balai Harta Peninggalan atau panitia kreditur untuk memberikan segala keterangan, bila debitur pailit itu dipanggil untuk kepentingan tersebut.

(2) Dalam kepailitan seorang suami/isteri yang kawin dengan persatuan harta, kewajiban memberikan keterangan-keterangan tersebut dibebankan kepada masing-masing suami/isteri sepanjang hal itu mengenai keterangan atas perbuatan hukum yang dilakukan olehnya.

Pasal 102

Dalam hal kepailitan perseroan terbatas, perusahaan asuransi dan tanggungan bersama secara timbal balik, koperasi atau badan usaha lainnya yang mempunyai status badan hukum, perkumpulan atau yayasan, maka ketentuan dalam Pasal 84 sampai dengan Pasal 88 berlaku terhadap pengurusan badan tersebut sedangkan pasal 101 ayat (1) berlaku bagi pengurus dan para komisaris.

Pasal 103

Balai Harta peninggalan wajib memberikan salinan surat-surat yang diletakkan di kantornya yang dapat dilihat dengan bebas oleh umum, kepada kreditur yang memintanya atas biaya sendiri dan kreditur yang bersangkutan.

BAGIAN 5
PENCOCOKAN UTANG PIUTANG

Pasal 104

(1) Apabila nilai harta pailit yang dapat dibayarkan kepada kreditur yang diistimewakan dan kreditur komkuren melebihi jumlah tagihan terhadap harta pailit, dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak putusan pernyataan pailit mempunyai kekuatan hukum tetap, Hakim Pengawas dapat menetapkan :

a. batas akhir pengajuan tagihan;
b. hari, tanggal, waktu dan tempat Rapat Kreditur untuk mengadakan pencocokan utang.

(2) Harus ada paling sedikit 14 (empat belas) hari antara tanggal-tanggal yang disebutkan dalam huruf a dan huruf b diatas.

Pasal 105

Balai Harta Peninggalan harus segera memberitahukan hari dimaksud secara tertulis kepada para kreditur yang diketahui dan mengiklankan penetapan hari tersebut dalam surat kabar dimaksud dalam Pasal 13.

Pasal 106

(1) Pengajuan segala piutang kepada Balai Harta Peninggalan dilakukan dengan memperlihatkan surat-surat perhitungan (rekening) atau keterangan tertulis lainnya yang menunjukkan sifat serta jumlah piutang yang bersangkutan, disertai bukti atau salinan dan petelaan yang menyatakan apakah kreditur dalam hal ini mempunyai hak gadai, hipotek, hak atas hasil panenan atau hak untuk menahan suatu barang.

(2) Para kreditur yang bersangkutan berhak meminta surat tanda terima penyerahan dari Balai Harta Peninggalan.

Pasal 107

Balai Harta Peninggalan menguji kebenaran serta mencocokan piutang-piutang yang telah dimasukkan dengan catatan dan keterangan dari debitur pailit, berunding dengan kreditur bila terdapat keberatan terhadap piutang yang diajukan itu dan berwenang untuk meminta dari kreditur bila terdapat keberatan terhadap piutang yang diajukan itu dan berwenang untuk meminta dari kreditur yang bersangkutan agar mengajukan surat-surat yang belum dimasukkan dan memperlihatkan catatan dan bukti yang asli.

Pasal 108

Balai Harta Peninggalan harus memasukkan piutang-piutang yang telah disetujui dalam suatu daftar pengakuan sementara, sedangkan piutang-piutang yang masih dibantah dimasukkan dalam daftar tersendiri dengan menyebutkan alasan pembantahannya.

Pasal 109

(1) Dalam daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, dibubuhkan pula catatan terhadap setiap piutang apakah menurut pendapat kurator piutang-piutang yang bersangkutan diistimewakan atau dijamin dengan hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya atau apakah hak retensi untuk tagihan yang bersangkutan dapat dilaksanakan.

(2) Apabila kurator hanya membentah adanya hak untuk didahulukan atau adanya hak retensi pada suatu piutang, piutang tersebut harus dimasukkan dalam daftar piutang yang untuk sementara diakui, berikut catatan kurator tentang bantahannya serta alasan-alasannya.

Pasal 110

Balai Harta Peninggalan harus menempatkan di kantornya suatu salinan dari tiap daftar yang dimaksud dalam Pasal 108 selama tujuh hari menjelang hari pencocokan utang piutang, untuk secara cuma-cuma dapat dilihat oleh siapa saja yang menghendaki.

Pasal 111

Tentang penempatan daftar dimaksud dalam Pasal 110, Balai Harta Peninggalan harus memberitakannya dan kepada semua kreditur yang diketahuinya disertai panggilan selanjutnya untuk menghadiri rapat pencocokan utang piutang dan begitu pula dengan menyebutkan bila telah ada rencana perdamaian dari debitur pailit yang ditempatkan di kantor Balai Harta Peninggalan.

Pasal 112

Debitur pailit yang bersangkutan harus menghadiri sendiri rapat pencocokan utang piutang, agar dapat memberikan semua keterangan tentang sebab musabab kepailitan dan keadaan harta pailitnya, yang diminta oleh Hakim Pengawas. Para kreditur boleh mengajukan pernyataan kepada Hakim Pengawas tentang keterangan yang diperlukan dari debitur pailit. Pertanyaan yang ditujukan kepada debitur pailit. Pertanyaan yang ditujukan kepada debitur pailit dan jawabannya dicatat dalam berita acara.

Pasal 113

Pada kepailitan suatu perseroan terbatas, badan usaha saling menanggung dan menjamin, koperasi atau badan hukum lainnya seperti perkumpulan atau yayasan yang mempunyai status berbadan hukum; penguruslah yang mempunyai kewajiban untuk mempertanggungjawabkan kepailitan tersebut di atas.

Pasal 114

Para kreditur dalam rapat tersebut hadir sendiri atau dengan perantaraan seorang kuasa. Surat kuasa untuk kepentingan ini bebas dari bea materai.

Pasal 115

(1) Dalam rapat tersebut Hakim Pengawas membacakan daftar piutang-piutang sementara dan daftar piutang-piutang yang dibantah oleh Balai Harta Peninggalan, tiap kreditur yang disebutkan dalam daftar tersebut boleh mengajukan pernyataan agar Balai Harta Peninggalan memberikan keterangan tentang setiap piutang dan penempatannya dalam masing-masing daftar, dibolehkan juga membantah yang didahulukan atau hak menahan barang atau dibolehkan untuk menguatkan pembatalan Balai Harta Peninggalan.
(2) Balai Harta Peninggalan berhak menarik kembali pengakuan sementara dari piutang-piutang ataupun pembatalan yang dilakukannya dan berwenang menuntut kreditur agar menguatkan dengan sumpah kebenaran piutangnya yang tidak dibantah baik oleh Balai Harta Peninggalan maupun oleh debitur pailit; bila kreditur asal meninggal dunia, kreditur yang berhak harus menerangkan di bawah sumpah bahwa mereka dengan itikad baik percaya bahwa piutang itu memang ada dan belum dilunasi.
(3) Bila diadakan penundaan rapat, maka dilanjutkan pada suatu hari yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas yaitu delapan hari setelah penundaan, tanpa diadakan undangan lagi.

Pasal 116

(1) sumpah dimaksud dalam ayat (2) pasal yang lalu harus dilakukan oleh kreditur sendiri atau yang dikuasakan untuk itu di hadapan Hakim Pengawas, baik ketika rapat yang bersangkutan maupun pada hari kemudian yang ditentukan oleh Hakim Pengawas. Surat kuasa untuk kepentingan tersebut dapat dibuat di bawah tangan.
(2) Bila kreditur yang mendapatkan perintah untuk mengangkat sumpahnya tidak hadir dalam rapat, maka panitera harus segera memberitahukan adanya perintah sumpah dan hari yang telah ditentukan untuk melakukan sumpah itu kepada kreditur yang bersangkutan.
Hakim Pengawas harus memberitahukan kepada kreditur tentang telah dilakukannya sumpah dimaksud, kecuali bila sumpah itu dilakukan dalam rapat para kreditur, dalam hal mana pengangkatan sumpah itu dimuat dalam berita acara rapat tersebut.

Pasal 117

(1) Piutang-piutang yang tidak dibantah, dimuat dalam berita acara yang menyangkut para kreditur yang diakui. Pada surat perintah pembayaran atau surat pembayaran atas tunjuk dibubuhi tanda pengakuannya oleh Balai Harta Peninggalan.
(2) Surat-surat piutang yang masih membutuhkan sumpah kreditur yang bersangkutan yang harus dilakukan dihadapan Balai Harta Peninggalan, akan diterima dengan syarat sampai ada keputusan tetap tentang sumpah pada waktu dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1).
(3) Berita acara dapat ditandatangani oleh Hakim Pengawas dan Panitera.
(4) Pengakuan piutang-piutang dalam kepailitan yang dimuat dalam berita acara rapat mempunyai kekuatan hukum yang pasti. Hal tersebut hanya dapat dibatalkan oleh Balai Harta Peninggalan dengan alasan adanya penipuan.

Pasal 118

(1) Bila terhadap piutang ada bantahan yang tidak dapat didamaikan antara dua pihak oleh Hakim Pengawas dan perselisihan itu belum diperiksa, Hakim Pengawas akan memerintahkan dua pihak yang bersangkutan untuk menyelesaikan perselisihan dalam sidang Pengadilan pada hari yang telah ditentukan, tanpa diperlukan lagi surat panggilan dari pengadilan.
(2) Para pengacara yang mewakili para pihak yang bersangkutan, harus menerangkan tentang perwakilannya pada pembukaan perkara dalam sidang.
(3) Perkara tersebut disidangkan secara singkat.
(4) Bila kreditur yang meminta pencocokan piutang tidak hadir dalam sidang pada hari yang telah ditentukan itu, maka dianggap permohonannya telah ditarik kembali, bila yang mengajukan bantahan terhadap piutang tidak hadir dalam sidang, maka ia dianggap telah menarik kembali bantahannya, dan hakim mengakui piutang yang bersangkutan.
(5) Para kreditur yang tidak mengajukan bantahan dalam rapat pencocokan utang-piutang tidak boleh hadir dalam sidang, baik sebagai orang yang tergabung dalam perkara atau sebagai penengah dalam perkara.

Pasal 118 A

(1) Bila bantahan mengenai piutang dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan, maka jalannya perkara ditangguhkan demi hukum bila perdamaian dalam kepailitan telah diputuskan, dan mempunyai kekuatan hukum yang pasti kecuali bila berkas perkara telah diserahkan kepada hakim untuk diputuskan, dalam hal mana tuntutan mengenai piutang yang bersangkutan telah diakui sebagai piutang pailit, sedangkan keputusan mengenai biaya perkara ditanggung oleh debitur yang bersangkutan sebagai pengganti pembayaran biaya perkara yang semula harus ditanggung oleh Balai Harta Peninggalan.
(2) Debitur yang bersangkutan boleh dengan surat resmi mewakilkan lagi seorang pengacara untuk mengambil oper perkara mulai dari berkas perkara terakhir yang telah diajukan oleh Balai Harta Peninggalan.
(3) Selama hal tersebut belum dilaksanakan, pihak lawan dapat menuntut agar debitur yang bersangkutan melaksanakan pengambil oper perkara.
(4) Bila debitur yang bersangkutan tidak juga menghadap, maka baginya berlaku Reglemen Acara Perdata Pasal 254 alinea pertama.
(5) Bila bantahan telah dilakukan oleh kawan kreditur, maka setelah pengesahan perdamaian dalam kepailitan memperoleh kekuatan hukum yang tetap, perkara tersebut dapat diteruskan oleh kedua belah pihak, akan tetapi hanya untuk memohon keputusan pangadilan tentang biaya perkara.

Pasal 119

Kreditur yang piutangnya dibantah, untuk menguatkan bukti piutang tidak wajib mengajukan bukti lain, selain bukti yang harus diperintahkan.

Pasal 120

(1) Bila kreditur yang piutangnya dibantah tidak hadir dalam sidang, panitia selekasnya memberitahukan dengan surat dinas tercatat tentang bantahan mengenai piutang dan keadaan piutang tersebut.
(2) Dalam perkara termaksud, kreditur yang bersangkutan tidak boleh mengajukan perkara tentang tidak adanya pemberitahuan termaksud.

Pasal 121

Piutang yang dibantah oleh Hakim Pengawas boleh diakui secara bersyarat dengan ditetapkan sejumlah uang untuk itu. Bila hak untuk didahulukan dibantah, maka hak itu boleh diakui Hakim Pengawas secara bersyarat.

Pasal 122

(1) Debitur pailit pun berwenang untuk mengajukan perlawanan secara singkat dengan menyebutkan alasan-alasannya tentang pengakuannya atas suatu piutang baik seluruhnya maupun sebagian ataupun tentang adanya hak untuk didahulukan. Dalam hal ini bantahan beserta alasan-alasannya dicatat dalam berita acara, tanpa ada kewajiban para pihak untuk datang di sidang dan tanpa ada halangan tentang pengakuan piutang tersebut dalam kepailitan.

(2) Bantahan tanpa alasan atau bantahan yang tidak ditujukan untuk seluruh piutang, akan tetapi tidak dinyatakan dengan tegas bagian mana yang diakui dan bagian mana yang dibantah, tidak ddianggap sebagai bantahan.

Pasal 123

(1) Piutang-piutang yang diajukan kepada Balai Harta Peninggalan setelah lewat jangka waktu dimaksud dalam Pasal 104-1, akan tetapi selambat-lambatnya dua hari sebelum rapat pencocokan utang piutang, atas permintaan yang mengajukan harus diadakan pencocokan dalam rapat tersebut, bila tidak ada keberatan yang diajukan baik oleh Balai Harta Peninggalan maupun oleh salah seorang kreditur yang hadir.
(2) Piutang-piutang yang sudah diajukan sesudah waktu seperti tersebut di atas tidak akan dicocokkan dalam rapat.
(3) Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) tersebut di atas tidak berlaku, bila kreditur karena tempat tinggalnya jauh, berhalangan untuk melapor hal itu terlebih dahulu.
(4) Dalam hal pengajuan keberatan seperti dimaksud dalam ayat (1) atau dalam hal timbulnya perselisihan mengenai ada atau tidaknya halangan dimaksud dalam ayat (3), Hakim Pengawas harus mengambil keputusan setelah meminta nasihat rapat.

Pasal 124

(1) Terhadap bunga atas utang yang timbul setelah putusan pernyataan pailit ditetapkan tidak dapat dilakukan pencocokan utang kecuali dan hanya sepanjang dijamin dengan hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya.
(2) Terhadap bunga sebagimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan pencocokan utang secara pro memori.
(3) Apabila bunga yang bersangkutan tidak dapat dilunasi dengan hasil penjualan barang yang menjadi agunan, kreditur yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan haknya yang timbul dari pencocokan utang.

Pasal 125

Suatu piutang yang dalam perjanjian ditentukan dengan syarat batal, dalam pencocokan harus diperhitungkan untuk jumlah keseluruhannya, tanpa perlu memperhatikan syarat batalnya itu bila ini terjadi.

Pasal 126

(1) Suatu piutang yang dalam perjanjian ditentukan dengan syarat dapat ditangguhkan, dalam pencocokannya diperhitungkan sejumlah harga pada saat pernyataan pailit itu dinyatakan.
(2) Bila Balai Harta Peninggalan dan para kreditur tidak memperoleh kesepakatan dalam cara pencocokannya, maka piutang tersebut dapat diakui dengan bersyarat untuk jumlah seluruhnya.

Pasal 127

(1) Suatu piutang yang pada saat penagihannya masih belum dapat ditentukan atau yang memberikan hak untuk diangsur secara berkala, dalam pencocokan dihitung jumlah harganya pada hari pernyataan pailit itu diputuskan.
(2) Semua piutang yang penagihannya dalam waktu satu tahun terhitung sejak kepailitan, dalam pencocokan dihitung seakan-akan piutang tersebut dapat ditagih pada saat itu pula. Semua piutang yang penagihannya dalam waktu lebih dari satu tahun kemudian dalam pencocokannya harus dapat ditagih dengan jumlah harga dalam setelah lewat satu tahun sejak kepailitan.
(3) Dalam melaksanakan perhitungan tersebut di atas harus dengan seksama diperhatikan saat dan cara pengangsuran piutang, pemanfaatan keuntungan-keuntungan bila ada, dan bila piutang itu menghasilkan bunga yang tingginya seperti yang dilakukan dalam perjanjiannya,

Pasal 128

Para kreditur ysng piutangnya dijamin dengan hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya ataupun yang mempunyai hak yang diistimewakan atas suatu barang dalam harta pailit dan dapat membuktikan bahwa sebagian piutangnya tersebut kemungkinan tidak akan dapat dilunasi dari hasil penjualan barang yang menjadi agunan, dapat minta agar kepada mereka diberikan hak-hak yang dimiliki kreditur konkuren atas bagian piutang tersebut, tanpa mengurangi hak untuk didahulukan atas barang yang menjadi agunan atas piutangnya.

Pasal 129

(1) Piutang yang nilainya tidak ditetapkan (tidak pasti), tidak dapat dinyatakan dalam uang Indonesia, atau sama sekali tidak dapat dinyatakan dalam uang, dalam pencocokannya diperhitungkan menurut taksiran harga dalam uang Indonesia.

(2) Penetapan nilai piutang kedalam mata uang rupiah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan pada tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan.

Pasal 130

Piutang atas tunjuk dapat dicocokan atas nama orang yang menunjukkan. Tiap-tiap piutang yang dicocokan "atas tunjuk" dianggap sebagai tagihan kredit masing-masing.

Pasal 131

(1) Kreditur yang piutangnya dijamin oleh seorang penanggung dapat mengajukan diri untuk piutang itu, dikurangi jumlah yang telah diterimanya dari penanggung yang bersangkutan.
(2) Penanggung berhak atas pembayaran kembali uang yang telah dibayarkan kepada seorang kreditur. Selain itu penanggung berhak atas piutang sebanyak jumlah telah dibayarkan kepada kreditur, sebagai piutang yang bersyarat, selama kreditur yang bersangkutan tidak mengajukan tentang hal itu.

Pasal 132

(1) Bila di antara para deditur secara tanggung renteng seorang atau beberapa orang berada dalam keadaan pailit, seorang kreditur dapat mengajukan diri untuk dan atas nama para debitur pailitnya, baik untuk seorang atau masing-masing debitur, untuk membayar seluruh utang selama kepailitan itu sampai lunas (Fv.257).
(2) Seorang debitur yang mempunyai utang secara tanggung renteng, berhak untuk menuntut ganti rugi atas harta pailit, hanya dapat diterima dengan bersyarat sepanjang kreditur sendiri tidak tampil untuk mengajukan diri mengenai hal itu.
(3) Bila sekiranya dapat diperoleh untuk keseluruhannya lebih dari seratus persen, maka prosentase selebihnya dibagi kepada para pihak yang bersangkutan sesuai dengan hubungan hukumnya.

Pasal 133

(1) Setelah pencocokan utang piutang selesai, Balai Harta Peninggalan harus memberikan laporan megenai keadaan harta pailit dan selanjutnya kepada para kreditur harus diberikan segala keterangan yang diminta oleh mereka. Setelah berakhir rapat, laporan tersebut beserta berita acaranya harus ditempatkan di kepaniteraan dan salinannya di kantor Balai Harta Peninggalannya agar dengan cuma-cuma dapat dilihat oleh yang berkepentingan. Untuk pembuatan salinan dari surat-surat tersebut tidak boleh dipungut biaya sama sekali.
(2) Baik Balai Harta Peninggalan maupun para kreditur atau debitur pailit, setelah dilakukannya penempatan berita acara tersebut boleh memohon kepada Pengadilan agar berita acara tersebut dapat diperbaiki bila surat-surat mengenai kepailitan terdapat kekeliruan yang dimuat dalam berita acara tersebut.

BAGIAN 6
PERDAMAIAN


Pasal 134

Debitur pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditur secara bersama.

Pasal 135

(1) Bila debitur pailit menyampaikan rencana perdamaian dalam waktu selambat-lambatnya delapan hari sebelum diadakannya rapat pencocokan utang piutang, dan hal itu oleh kepaniteraan Pengadilan dan Balai Harta Peninggalan ditempatkan pada tempat pengumuman untuk dapat diketahui secara cuma-cuma oleh siapa saja yang menghendakinya, maka rencana tersebut setelah rapat pencocokan piutang harus dibicarakan dan diambil keputusannya, kecuali dalam hal yang ditentukan dalam Pasal 137.
(2) Pada waktu yang sama dengan pengumuman rencana perdamaian di kepaniteraan, salinannya harus dikirim kepada masing-masing anggota panitia sementara para kreditur.

Pasal 136

Balai Harta Peninggalan dan panitia kreditur wajib memberikan nasihatnya masing-masing secara tertulis kepada rapat pencocokan utang piutang tersebut di atas.

Pasal 137

Rapat untuk membicarakan dan mengambil keputusan rencana perdamaian, harus ditunda sampai rapat berikutnya, yang harus ditentukan paling lambat tiga minggu kemudian oleh Hakim Pengawas :

1. bila dalam rapat yang sedang diselenggarakan itu diangkat suatu panitia tetap para kreditur yang anggotanya bukan berasal dari panitia sementara, sedangkan jumlah terbanyak dari para kreditur menghendaki dari panitia yang tetap itu suatu nasihat tertulis mengenai rencana perdamaian yang diusulkan itu;

2. bila rencana perdamaian tidak diumumkan di tempat tertentu oleh kepaniteraan maupun di kantor Balai Harta Peninggalan dalam waktu yang telah hadir menghendaki rapat tersebut ditunda.

Pasal 138

Bila dalam rapat, pembicaraan dan pemungutan suara mengenai rencana perdamaian itu ditunda sampai rapat berikutnya berdasarkan ketentuan dalam pasal yang lalu, Balai Harta Peninggalan harus segera memberitahukannya secara tertulis dengan menyebutkan secara singkat isi rencana tersebut kepada kreditur yang diakui atau yang diterima dengan syarat, yang tidak hadir dalam rapat pencocokan utang piutang.

Pasal 139

(1) Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 128, apabila terdapat bantahan terhadap hak para kreditur pemegang hak tanggungan, gadai ataupun hak agunan atas kebendaan lainnya atau pemegang hak agunan atas panenan dan kreditur yang diistimewakan, termasuk para kreditur yang haknya didahulukan, para kreditur tersebut tidak boleh mengeluarkan suara berkenaan dengan rencana perdamaian, kecuali apabila mereka telah melepaskan haknya untuk didahulukan demi kepentingan harta pailit sebelum diadakan pemungutan suara tentang rencana perdamaian tersebut.

(2) Mereka yang melepaskan haknya menjadi kreditur konkuren, begitu pula bila rencana perdamaian tersebut tidak dapat diterima.

Pasal 140

Debitur pailit berwenang untuk memberikan keterangan dan mengadakan pembelaan mengenai rencana perdamaian tersebut, begitu pula selama permusyawaratan berlangsung untuk mengadakan perubahan rencana perdamaian tersebut.

Pasal 141

Rencana perdamaian diterima apabila disetujui dalam rapat kreditur konkuren yang hadir dalam rapat dan yang haknya diakui atau yang untuk sementara diakui dari kreditur komkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.

Pasal 142

(1) Apabila lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditur yang hadir pada Rapat Kreditur dan mewakili paling sedikit 1/2 (satu perdua) dari jumlah piutangnya para kreditur yang mempunyai hak suara menyetujui untuk menerima rencana perdamaian, maka dalam jangka waktu paling lambat 8 (delapan) hari terhitung sejak pemungutan suara pertama diadakan, diselenggarakan pemungutan suara kedua, tanpa diperlukan pemanggilan.

(2) Pada pemungutan suara kedua, para kreditur tidak terikat pada suara yang dikeluarkannya pada pemungutan suara pertama.

Pasal 143

Perubahan kemudian, yang menyangkut jumlah kreditur atau jumlah piutang, tak berpengaruh terhadap penerimaan atau penolakan perdamaian yang telah diadakan.

Pasal 144

(1) Berita acara rapat harus menyebutkan isi perdamaian, nama para kreditur yang berhak memberikan suara dengan kehadirannya dalam rapat, suara yang diberikan oleh masing-masing, hasil pemungutan suara dan hal lain yang dibicarakan dalam rapat, berita acara rapat ini ditanda tangani oleh Hakim Pengawas dan Panitera.
(2) Setiap orang tanpa membayar dapat melihat berita acara dan turunannya di kepaniteraan, yang paling lambat pada hari sesuai rapat harus diletakkan di kantor Balai Harta Peninggalan.
(3) Untuk salinan dan peletakan seperti tersebut di atas tidak dikenakan biaya apapun.

Pasal 145

Baik kreditur yang telah memberikan suara setuju mengenai perdamaian, maupun debitur pailit, selama delapan hari setelah berakhirnya rapat boleh memohon kepada pengadilan untuk membetulkan berita acara yang dibuat, bila ternyata dalam berita acara tersebut Hakim Pengawas keliru menganggap perdamaian tersebut sebagai hal yang telah ditolak.

Pasal 146

(1) Bila perdamaian diterima, sebelum rapat ditutup Hakim Pengawas menetapkan hari sidang berikutnya di mana Pengadilan akan memutuskan pengesahan perdamaian tersebut.
(2) Bila Pasal 145 berlaku, maka penetapan hari sidang berikutnya dilakukan oleh Pengadilan dengan surat ketetapannya. Balai Harta Peninggalan harus memberitahukan tentang surat penetapan ini secara tertulis kepada para kreditur.

Pasal 147

Selama jangka waktu tersebut, para kreditur dapat menyampaikan alasan-alasan secara tertulis kepada Hakim Pengawas, mengapa mereka menolak pengesahan perdamaian.

Pasal 148

(1) Pada hari telah ditetapkan, dalam sidang terbuka Hakim Pengawas membacakan laporan tertulis di mana para kreditur sendiri maupun dengan perantaraan wakilnya, dapat menjelaskan alasan-alasan yang menyebabkan pengesahan perdamaian diterima atau ditolak.

(2) Di samping itu debitur pailit berhak mengemukakan satu dan lain hal untuk membela kepentingannya.

Pasal 149

(1) Pada hari yang sama atau selekasnya, pengadilan harus memberikan ketetapan disertai dengan alasan-alasannya.
(2) Pengadilan harus menolak, termasuk di dalamnya segala barang, yang terhadapnya berlaku hak menahan barang, melebihi jumlah yang dijanjikan dalam perdamaian.
(3) Perdamaian tercapai karena penipuan, yang menguntungkan secara tidak wajar seorang kreditur atau beberapa kreditur, atau karena penggunaan cara lain yang tidak jujur dengan tidak mempedulikan apakah dalam hal ini debitur pailit turut atau tidak melakukannya.

Pasal 150

Bila pengesahan perdamaian ditolak oleh pengadilan, dalam waktu delapan hari setelah penetapan, baik kreditur yang mendukung pengesahan pengesahan perdamaian maupun debitur itu sendiri, dapat mengajukan banding mengenai penetapan itu dan bila pengesahan perdamaian yang dimohonkan itu telah dikabulkan, para kreditur yang menolak perdamaian atau yang tidak hadir dalam pemungutan suara, dapat mengajukan banding dalam waktu yang sama. Dalam hal yang disebut terakhir, juga para kreditur yang mendukung pengesahan perdamaian, mempunyai hak yang sama pula, akan tetapi hanya berdasarkan perbuatan yang diketahuinya, seperti dimaksud dalam Pasal 149 ayat (2-3) setelah perdamaian tersebut disahkan.

Pasal 151

(1) Kasasi atas putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 diselenggarakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 10.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148, kecuali ketentuan yang menyangkut Hakim Pengawas, dan Pasal 149 ayat (1), berlaku pula dalam pemeriksaan permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 152

Perdamaian yang telah disahkan berlaku bagi semua kreditur yang tidak mempunyai hak untuk didahulukan tanpa kecuali, dengan tidak mempedulikan apakah mereka mengajukan diri atau tidak dalam kepailitan tersebut.

Pasal 153

Bila perdamaian atau pengesahan perdamaian ditolak, maka debitur pailit tersebut tidak boleh menawarkan lagi perdamaian baru.

Pasal 154

Ketetapan pengesahan perdamaian yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti, sekedar tidak dibantah oleh debitur pailit menurut Pasal 122 mengenai berita acara pencocokan utang piutang, merupakan suatu hak yang dapat dijalankan terhadap debitur pailit dan semua orang yang telah menjadi penanggungnya, terhadap semua piutang yang telah diakui.

Pasal 155

Walaupun sudah ada perdamaian, para kreditur tetap mempunyai hak terhadap para penanggung dan semua pengikut serta utang dari debitur pailit tersebut. (Fv.131 dan seterusnya). Hak yang dapat dilakukan terhadap barang-barang pihak ketiga tetap ada pada para kreditur seolah-olah tidak terjadi perdamaian.

Pasal 156

Bila pengesahan perdamaian telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, berakhirlah kepailitan yang bersangkutan.

Pasal 157

(1) Setelah pengesahan perdamaian mempunyai kekuatan hukum yang pasti, Balai Harta Peninggalan wajib melakukan perhitungan dan mempertanggungjawabkan kepada debitur pailit di hadapan Hakim Pengawas.
(2) Bila dalam perdamaian tidak ditetapkan ketentuan lain, Balai Harta Peninggalan harus mengembalikan kepada debitur pailit dengan menerima tanda penerimaan yang sah, semua barang, utang, buku dan surat yang termasuk harta pailit.

Pasal 158

(1) Jumlah uang atas dasar suatu hak istimewa yang telah diakui, boleh dituntut oleh para kreditur yang piutangnya telah mendapat pencocokan, begitu pula biaya kepailitan harus diserahkan kepada Balai Harta Peninggalan, kecuali bila hal itu belum terpenuhi. Balai Harta Peninggalan wajib menahan semua barang dan uang yang termasuk harta pailit, hingga jumlah dan biaya masing-masing telah dibayar kepada yang berhak.
(2) Bila telah lewat satu bulan setelah penetapan pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum yang pasti, tetapi hak masing-masing belum dipenuhi oleh debitur pailit, maka Balai Harta Peninggalan wajib melunasi pembayarannya dengan memanfaatkan harta pailit yang tersedia.
(3) Jumlah yang dimaksud dalam ayat (1), atau bagian yang harus diberikan kepada masing-masing kreditur atas dasar hak-hak istimewanya, jika dianggap perlu ditetapkan Hakim Pengawas.

Pasal 159

Mengenai piutang-piutang atas dasar hak istimewa yang diakui dengan bersyarat, kewajiban untuk memenuhi tuntutan dimaksud dalam pasal yang lalu hanya terbatas pada pemberian jaminan, dan bila kewajiban itu tidak dipenuhi, maka Balai Harta Peninggalan hanya wajib menyediakan suatu jumlah cadangan dari harta pailit, yang dapat dituntut atas dasar hak istemewa itu.

Pasal 160

(1) Setiap kreditur dapat menuntut pembatalan perdamaian yang telah disahkan, karena debitur pailit lalai memenuhi isi perdamaian tersebut.
(2) Bukti bahwa perdamaian telah dipenuhi menjadi tanggung jawab debitur pailit.
(3) Hakim karena jabatannya berwenang penuh untuk memberi keleluasaan kepada debitur pailit untuk memenuhi kewajiban itu sampai waktu selambat-lambatnya dalam satu bulan.

Pasal 161

Tuntutan pembatalan perdamaian harus diajukan dan diputuskan dengan cara yang sama seperti yang ditentukan dalam pasal-pasal 4 dan 6-9 dalam mengajukan permohonan untuk menjalankan kepailitan.

Pasal 162

(1) Dalam putusan yang membatalkan perdamaian tersebut, dimuat perintah untuk membuka kembali kepailitan, pengangkatan Hakim Pengawas, demikian pula panitia para kreditur, bila dalam kepailitan sebelumnya telah dibentuk suatu panitia dimaksud.
(2) Pengangkatan Hakim Pengawas dan para anggota panitia diutamakan dari mereka yang semula telah memangku jabatan dalam kepailitan tersebut.
(3) Kurator wajib memberitahukan dan mengumumkan putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4).

Pasal 163

(1) Bila kepailitan dibuka kembali, berlaku Pasal 12 ayat (1), Pasal-pasal 14-17 dan pasal-pasal yang dimuat dalam bagian 2, 3 dan 4 dari bab ini.
(2) Begitu pula berlaku ketentuan-ketentuan dari bagian tentang pencocokan utang piutang, dengan mengecualikan bahwa pencocokan tersebut terbatas pada utang piutang yang semula belum dicocokan.
(3) Walaupun demikian, para kreditur yang piutangnya semula telah dicocokan, harus pula dipanggil untuk menghadiri rapat pencocokan utang piutang ini, dan mereka berhak mengadakan bantahan terhadap piutang-piutang yang diminta untuk dapat diterima dan kemudian disahkan.

Pasal 164

Dengan tidak mengurangi barlakunya Pasal 41 dan pasal-pasal selanjutnya, bila memang ada alasan untuk itu, maka semua perbuatan hukum debitur dalam jangka waktu antara pengesahan perdamaian dan pembukaan kembali kepailitan, mengikat harta pailit tersebut.

Pasal 165

(1) Setelah kepailitan dibuka kembali tidak dapat ditawarkan perdamaian untuk kedua kalinya.
(2) Balai Harta Peninggalan harus segera membereskan kepailitan tersebut.

Pasal 166

(1) Jika pada waktu pembukaan kembali, setelah dipenuhi seluruh atau sebagian perdamaian terhadap beberapa kreditur, maka pada waktu pembagian terhadap kreditur-kreditur baru dan terhadap kreditur-kreditur lama yang belum menerima pelunasan, dibayarkan uang muka yang diambil dari presentase yang disetujui kepada mereka yang telah menerima sebagian, untuk melunasinya.
(2) Sisanya dibagi diantara kreditur-kreditur lama dan baru secara sama rata.

Pasal 167

Pasal 166 tersebut berlaku pula bagi debitur pailit, yang belum memenuhi seluruh kewajibannya atas perdamaian tersebut, dan kemudian sekali lagi dinyatakan pailit.

Bab I
BAGIAN 7
PEMBERESAN HARTA PAILIT

Pasal 168

(1) Bila dalam rapat pencocokan utang piutang tidak ditawarkan perdamaian, atau bila perdamaian yang ditawarkan telah ditolak atau pengesahan perdamaian tersebut dengan pasti ditolak, maka demi hukum harta pailit itu berada dalam keadaan tidak mampu membayar.
(2) Pasal 95 dan Pasal 97 tidak berlaku bila telah ada kepastian bahwa perusahaan debitur pailit tidak akan dilanjutkan menurut pasal-pasal tersebut, atau bila kelanjutan perusahaan itu dihentikan.

Pasal 168 A

(1) Bila dalam rapat pencocokan utang-piutang tidak ditawarkan perdamaian, atau bila perdamaian yang ditawarkan telah ditolak, maka Balai Harta Peninggalan atau seorang kreditur yang hadir dalam rapat tersebut, boleh mengusulkan agar perusahaan debitur pailit, dilanjutkan.
(2) Panitia para kreditur, jika memang ada atau panitia semacam itu dan Balai Harta Peninggalan harus memberikan nasihat tentang usulan seorang kreditur dimaksud dalam ayat (1).
(3) Atas permintaan Balai Harta Peninggalan atau seorang kreditur yang hadir dalam rapat tersebut, Hakim Pengawas boleh menunda pembicaraan dan pemeriksaan tentang usulan tersebut, sampai pada rapat yang ditentukan dalam jangka waktu selambat-lambatnya empat belas hari kemudian.
(4) Balai Harta Peninggalan harus segera memberitahukan secara tertulis tentang rapat yang akan diadakan kepada debitur yang tidak hadir dalam rapat, dengan menyebutkan usul di atas, kepada mereka diperingatkan ketentuan dalam Pasal 110.
(5) Dalam rapat tersebut, jika perlu akan diadakan pula pencocokan utang piutang yang dimaksudkan sesudah berakhirnya tenggang waktu dimaksud dalam pasal 104-1, dan tidak menurut pasal 123. Terhadap piutang-piutang ini Balai Harta Peninggalan harus bertindak berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 107-110.

Pasal 168 B

(1) Usulan tersebut harus diterima bila jumlah kreditur yang mewakili lebih separuh dari semua piutang yang diakui dan diterima dengan bersyarat, dan yang tidak dijamin dengan gadai atau hipotek, menyokong usulan tersebut.

(2) Dalam hal ini berlaku ketentuan dalam pasal 72, bila panitia para kreditur tidak ada.

(3) Berita acara rapat harus menyebutkan nama para kreditur yang hadir, suara masing-masing kreditur, hasil pemungutan suara dan hal-hal yang terjadi dalam rapat tersebut.

(4) Dalam delapan hari, setiap orang diperkenankan minta untuk melihat acara tersebut secara cuma-cuma dikepaniteraan.

Pasal 168 C

(1) Bila dalam waktu delapan hari, setelah pengesahan perdamaian secara pasti telah ditolak, Balai Harta Peninggalan atau seorang kreditur mengajukan usul kepada Hakim Pengawas untuk melanjutkan perusahaan debitur pailit, maka Hakim Pengawas harus mengadakan suatu rapat yang ketika itu menetapkan hari, jam dan tempat untuk merundingkan usul tersebut dan untuk mengambil keputusannya.
(2) Balai Harta Peninggalan harus mengundang para kreditur secara tertulis selambat-lambatnya sepuluh hari sebelum rapat diadakan, dengan menyebutkan usul yang diajukan itu, sambil memperingatkan pula ketentuan dimaksud dalam Pasal 110 kepada mereka. Selain itu, Balai Harta Peninggalan harus mengiklankan panggilan yang sama dalam surat kabar seperti yang dimaksud dalam Pasal 13.
(3) Di sini berlaku Pasal 168 ayat-ayat (2), (5) dan pasal 168 B.

Pasal 168 D

Dalam delapan hari setelah rapat selesai, bila dari surat-surat yang ada ternyata bahwa Hakim Pengawas secara keliru telah menganggap bahwa usul tersebut yang ditolak atau diterima, maka Balai Harta peninggalan dan para kreditur boleh memohon kepada pengadilan agar menyatakan sekali lagi apakah usul tersebut diterima atau ditolak.

Pasal 169

(1) Atas permohonan seorang kreditur atau Balai Harta Peninggalan, Hakim Pengawas dapat memberikan perintah agar kelanjutan perusahaan dihentikan. Tentang permohonan ini harus didengar pendapat panitia para kreditur, bila panitia itu ada, dan pula Balai Harta Peninggalan, bila permohonan kelanjutan perusahaan tersebut tidak dilakukannya.
(2) Selain itu Hakim Pengawas dapat mendengar pendapat setiap kreditur dan debitur.

Pasal 170

(1) Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 12 ayat (1), kurator harus memulai pemberesan dan menjual semua harta pailit tanpa perlu memperoleh persetujuan atau bantuan debitur apabila :

a. usul untuk mengurus perusahaan debitur tidak diajukan dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini, atau usul tersebut telah diajukan tetapi ditolak; atau

b. pengurusan terhadap perusahaan debitur dihentikan.

(2) Walaupun demikian, kepada debitur pailit yang bersangkutan dapat diberikan sekedar perabot rumah tangga yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas.

(3) Demikian pula bila perusahaan dilanjutkan, penjualan barang-barang yang tidak diperlukan boleh dilakukan untuk kelanjutan perusahaan.

Pasal 171

(1) Semua barang harus dijual dihadapan umum atau atas izin hakim pengawas, penjualan dapat pula dilaksanakan di bawah tangan.

(2) Mengenai semua barang yang tidak dapat segera atau sama sekali tidak dapat dibereskan, Balai Harta Peninggalan mengambil keputusan dengan cara yang disahkan oleh Hakim Pengawas.

(3) Terhadap barang-barang yang atasnya dapat dilakukan hak penahanan oleh para kreditur, Balai Harta Peninggalan wajib mengembalikannya ke harta pailit, dengan membayar piutang-piutang yang bersangkutan, bila hal demikian menguntungkan harta pailit.

Pasal 172

Demi kepentingan pemberesan harta pailit, Balai Harta Peninggalan dapat menggunakan jasa debitur pailit, dengan pemberian upah yang ditentukan oleh Hakim Pengawas.

Pasal 173

(1) Setelah harta pailit barada dalam keadaan tidak mampu membayar, hakim pengawas dapat mengadakan suatu rapat dengan para kreditur pada hari, jam dan tempat yang ditentukannya, untuk mengadakan pembicaraan seperlunya tentang cara pemberesan harta pailit itu, dan jika dianggap perlu, mengadakan pencocokan utang piutang yang telah dimasukkan setelah akhir tenggang waktu yang ditetapkan dalam pasal 104-1, yang belum dicocokan menurut pasal 123. Terhadap piutang-piutang ini Balai Harta Peninggalan harus mengadakan tindakan berdasarkan ketentuan dalam pasal-pasal 107-110. Balai Harta Peninggalan harus memanggil para kreditur tersebut secara tertulis dengan menyebutkan hal-hal yang akan dibicarakan dalam rapat, sambil memperingatkan ketentuan dalam pasal 110; selain itu Balai Harta Peninggalan harus mengiklankan panggilan yang sama dalam surat-surat kabar dimaksud dalam pasal 13.

(2) Hakim Pengawas harus menetapkan tenggang waktu secepatnya antara hari panggilan dan hari rapat, tanpa mengikutsertakan kedua hari itu.

Pasal 174

Pada setiap waktu, bila menurut pendapat hakim pengawas tersedia cukup uang tunai, maka ia memerintahkan suatu pembagian kepada para kreditur yang piutangnya telah mendapatkan pencocokan.

Pasal 175

(1) Balai Harta Peninggalan selalu wajib membuat suatu daftar pembayaran untuk disahkan oleh Hakim Pengawas, daftar tersebut memuat suatu pertelaan tentang penerimaan dan pengeluaran (di dalamnya termasuk upah Balai Harta Peninggalan), nama para kreditur, jumlah pencocokan tiap piutang, begitu pula pembagian yang harus diterima oleh setiap piutang tersebut.

(2) Untuk para kreditur konkuren harus diberikan prosentase yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; untuk para kreditur yang mempunyai hak istimewa, termasuk mereka yang hak istimewanya dibantah dan untuk para kreditur pemegang gadai ataupun pemegang hipotek, sepanjang mereka belum menerima pembayaran menurut ketentuan dalam pasal 56, diberikan jumlah menurut keuntungan dari hasil penjualan barang-barang yang atasnya mereka mempunyai hak istimewa atau mempunyai perikatan. Bila jumlah ini kurang dari seluruh piutang mereka, maka untuk kekurangannya, bila barang-barang yang mempunyai hak istimewa atau yang peikatannya belum terjual, untuk seluruh jumlah piutang mereka harus diberikan presentase yang sama seperti kepada para kreditur konkuren.

(3) Hal yang sama berlaku bagi pemegang ikatan panenan, sepanjang piutangnya belum dibayar dari hasil panenan yang mempunyai perikatan kepadanya.

Pasal 176

Untuk piutang-piutang yang telah diterima dengan bersyarat, dalam daftar pembagian harus diberikan persentase dari seluruh jumlah piutang itu.

Pasal 177

Semua biaya kepailitan pada umumnya dibebankan pada tiap bagian harta pailit, kecuali berdasarkan ketentuan dalam pasal 56 telah dilakukan penjualan sendiri oleh kreditur pemegang gadai, kreditur pemegang hipotek atau kreditur pemegang ikatan panenan.

Pasal 178

(1) Daftar pembagian yang telah disetujui oleh hakim pengawas ditempatkan (untuk dilihat) di kepaniteraan, sedangkan salinan daftar tersebut harus ditempatkan di kantor Balai Harta Peninggalan, agar dapat dilihat oleh para kreditur selama dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan oleh hakim pengawas pada waktu daftar tersebut ditandatangani untuk pengesahannya.

(2) Tentang penetapan surat-surat, begitu pula tentang tenggang waktu tersebut di atas, atas usaha Balai Harta Peninggalan diumumkan dalam surat-surat kabar seperti yang dimaksud dalam pasal 13.

(3) Tenggang waktu untuk melihat surat-surat bagi umum tersebut di atas, mulai berjalan pada hari dan tanggal berita resmi yang memuat pemberitahuan itu.

Pasal 179

(1) Selama tenggang waktu tersebut di atas, setiap kreditur boleh mengajukan perlawanana kepada panitera terhadap daftar pembagian tersebut dengan jalan memasukkan surat yang berisikan keberatan disertai alasannya, oleh panitera diberikan kepadanya tanda terima.

(2) Surat keberatan ini dilampirkan pada daftar pembagian tersebut.

Pasal 180

(1) Bila telah diajukan perlawanan, segera setelah berakhirnya tenggang waktu yang memperbolehkan setiap orang melihat surat-surat tersebut di atas, hakim pengawas akan menetapkan hari untuk memeriksa perlawanan itu dihadapan sidang umum. Penetapan hakim ini ditempatkan di kepaniteraan dan salinannya di kantor Balai Harta Peninggalan, agar dapat dilihat oleh setiap orang secara cuma-cuma. Untuk salinan ini dan untuk penempatan tersebut tidak dipungut biaya. Selain itu panitera harus memberitahukan secara tertulis tentang penempatan tersebut kepada para pelawan dan Balai Harta Peninggalan. Hari untuk pemeriksaan tidak boleh ditetapkan lebih lambat dari empat belas hari setelah akhir tenggang waktu menurut pasal 178.

(2) Pada hari yang telah ditetapkan dalam sidang terbuka untuk umum diberikan laporan tertulis oleh hakim pengawas sedangkan Balai harta Peninggalan dan tiap kreditur, sendiri atau dengan perantara wakilnya, diperkenankan untuk mengemukakan alasan-alasannya guna mengadakan pembelaan dan bantahan terhadap daftar pembagian tersebut.

(3) Pada hari sidang itu juga atau secepatnya pangadilan harus memberikan ketetapan disertai alasan-alasannya.

Pasal 181

(1) Juga seorang kreditur yang piutangnya tidak dicocokan, demikian juga seorang kreditur yang piutangnya dicocokan untuk jumlah yang terlalu rendah menurut laporannya sendiri, diperkenankan mengajukan perlawanan asalkan selambat-lambatnya dua hari sebelum pemeriksaan perlawanan selanjutnya dalam sidang umum, piutang atau bagian piutang yang tidak dicocokan tadi disampaikan kepada Balai Harta Peninggalan, satu salinannya dilampirkan pada surat keberatan dan dalam surat keberatan ini diajukan pula permohonan untuk mencocokan piutang tersebut.
(2) Pencocokan tersebut selanjutnya akan dilakukan dengan cara menurut ketentuan dalam pasal 115 dan seterusnya di hadapan sidang umum yang diperuntukkan bagi pemeriksaan perlawanan tersebut di atas dan dilakukan sebelum pemeriksaan ini dimulai.
(3) Bila perlawanan ini tidak mempunyai maksud selain agar yang mengajukan perlawanan dicocokan sebagai seorang kreditur dan hal ini belum diajukan oleh orang lain, maka biaya perlawanan ini dibebankan kepada kreditur yang lalai tersebut.

Pasal 182

(1) Terhadap ketetapan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (3), kurator atau setiap kreditur dapat mengajukan permohonan kasasi.
(2) Kasasi atas putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10.
(3) Untuk kepentingan pemeriksaan atas permohonan kasasi, Mahkamah Agung dapat memenggil kurator atau para kreditur untuk didengar.
(4) Karena lewatnya tenggang waktu seperti yang dimaksud dalam pasal 178, atau bila telah diajukan perlawanan dan ketetapan tentang perlawanan itu telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, maka daftar (pembagian) tersebut telah mengikat demi hukum.

Pasal 183

(1) Hakim Pengawas harus memerintahkan pencoretan pembukuan hipotek yang membebani barang (barang bergerak) yang termasuk harta pailit, segera setelah daftar pembagian yang atasnya telah dipertangungjawabkan pendapatan penjualan barang tersebut, menjadi sah dan mengikat demi hukum.

(2) Bila kapal yang termasuk harta pailit dijual oleh Balai Harta Peninggalan, maka terhadap penjualan ini berlakulah Reglemen Acara Perdata pasal 570. Bila ada suatu pembukuan hipotek yang membebani kapal tersebut, maka Hakim Pengawas memerintahkan pencoretannya.

Pasal 184

(1) Pembagian yang diperintahkan bagi seorang kreditur yang telah diterima dengan bersyarat, tidak diberikan sepanjang belum ada putusan mengenai piutangnya. Bila akhirnya ternyata bahwa ia tidak mempunyai suatu tagihan atau tagihannya kurang dari yang telah diterima, maka uang yang semula diperuntukkan bagi seluruhnya atau sebagian menjadi keuntungan para kreditur lainnya.

(2) Pembagian yang diperuntukkan bagi piutang-piutang yang hak didahulukannya dibantah, sejauh pembagian itu melebihi persentase yang harus dibagikan kepada kreditur konkuren, harus sementara dicadangkan hingga ada keputusan mengenai hak didahulukan itu.

Pasal 185

Bila suatu barang dengan hak istimewa tertentu, hipotek, gadai, atau ikatan panenan telah dijual kepada kreditur yang diistimewakan, kreditur hipotek, kreditur pemegang gadai, atau kreditur pemegang ikatan panenan dan telah diberikan pembagian menurut pasal 147 sehubungan dengan penutup pasal 175, maka pada waktu diadakan lagi pembagian jumlah bagi mereka yang telah ditetapkan dalam susunan keuntungan terhadap pendapatan penjualan barang tersebut, tidak akan diterimakan kepada mereka, selain setelah dikurangi dengan persentase jumlah yang telah diterima sebelumnya.

Pasal 186

(1) Kepada para kreditur yang karena kelalaiannya untuk mengajukan diri, baru diadakan pencocokan setelah diadakan pembegian, boleh diberikan pembayaran sejumlah yang diambil lebih dahulu dari yang masih ada, seimbang dengan yang telah diterima oleh para kreditur lainnya yang telah diakui.

(2) Bila mereka itu mempunyai hak didahulukan, mereka kehilangan hak tersebut sepanjang pendapatan penjualan barang yang bersangkutan, menurut daftar pembagian yang terlebih dahulu telah diperuntukkan bagi kreditur lain yang mendahului mereka.

Pasal 187

Setelah berakhirnya tenggang waktu untuk melihat surat-surat dimaksud dalam pasal 178, atau bila diajukan perlawanan setelah diambil keputusan mengenai perlawanan tersebut, Balai Harta Peninggalan wajib segera melaksanakan pembayaran yang telah ditetapkan itu.

Pasal 188

(1) Segera setelah kepada para kreditur yang telah dicocokan dibayar penuh piutang mereka, atau segera setelah daftar pembagian penutup memperoleh kekuatan hukum yang pasti, berakhirlah kepailitan itu dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam pasal 189. Balai Harta Peninggalan yang mengumumkan hal itu dalam surat kabar seperti yang dimaksud dalam pasal 13.

(2) Setelah lewat satu bulan, Balai Harta Peninggalan harus memberikan pertanggungjawaban tentang pengurusan yang telah dilaksanakan kepada Hakim Pengawas.

(3) Segala buku dan surat yang ditemukan oleh Balai Harta Peninggalan dalam harta pailit, harus diserahkan kepada debitur pailit dengan menerima tanda penerimaan sebagaimana seharusnya.

Pasal 189

Bila sesudah diadakan pembagian penutup, pembagian semula yang dicadangkan berdasarkan pasal 184 jatuh kembali dalam harta pailit, atau bila ternyata terdapat kekayaan harta pailit yang pada waktu pemberesan tidak diketahui, maka atas perintah pengadilan, Balai Harta Peninggalan akan membereskan dan mengadakan pembagian atas dasar pembagian yang dulu.

BAB I
BAGIAN 8
KEADAAN HUKUM DEBITUR SETELAH BERAKHIRNYA PEMBERESAN


Pasal 190

Dengan keterikatan demi hukum kepada daftar pembagian penutup yang sah, para kreditur memperoleh kembali hak mereka untuk menjalankan putusan-putusan mengenai piutang mereka kepada kreditur, sepanjang piutang itu tetap belum dibayar.

Pasal 191

Pengakuan suatu piutang terhadap debitur dimaksud dalam pasal 117 ayat (4) mempunyai hukum seperti putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti; suatu petikan dari daftar berita acara rapat pencocokan utang piutang yang berbentuk keputusan yang dapat dijalankan mengenai piutang-piutang yang disebutkan didalamnya sebagai yang telah diakui, merupakan alas hak yang dapat dijalankan terhadap debitur.

Pasal 192

Ketentuan dalam pasal yang lalu tidak berlaku sepanjang terhadap piutang yang bersangkutan telah diadakan bantahan oleh debitur menurut pasal 122.

Pasal 193

(1) Pada waktu diadakan pembagian penutup tentang utang piutang, debitur dapat memohon kepada Pengadilan agar kepadanya tidak akan dilakukan paksaan badan mengenai utang piutangnya sebelum diadakan pernyataan pailit, bila debitur dapat mengemukakan alasan-alasan bahwa ia, walaupun telah bertindak dengan itikad baik, akan tetapi di luar kesalahannya, telah jatuh dalam keadaan pailit ataupun dapat mengemukakan alasan-alasan lain yang penting.

(2) Surat permohonan tersebut yang disertai alasan-alasannya harus diletakkan di kepaniteraan Pengadilan oleh debitur dalam tenggang waktu seperti ditentukan dalam Pasal 178, agar hal itu dapat dilihat para kreditur, sedangkan debitur harus membayar sejumlah uang secukupnya untuk biaya acara yang ditentukan dalam pasal-pasal berikut.

(3) Dalam waktu yang bersamaan dengan peletakan surat tersebut di kepaniteraan, salinannya harus dikirimkan oleh debitur kepada Balai Harta Peninggalan dan kepada tiap anggota panitia para kreditur.

Pasal 194

Segera setelah berakhir tenggang waktu dimaksud dalam Pasal 178 atau setelah pengambilan putusan mengenai perlawanan, maka para kreditur yang telah dicocokkan piutangnya, yang berhak untuk menyatakan paksaan badan terhadap debitur, oleh Balai Harta Peninggalan harus dipanggil untuk menghadap pada sidang yang harinya ditetapkan oleh Hakim Pengawas, dengan surat tercatat dengan menyebutkan permohonan debitur yang telah dimasukkan.

Pasal 195

(1) Pada hari yang telah ditentukan, keterangan dan usul-usul dari para kreditur yang telah mengajukan diri, yang berhak untuk menyatakan paksaan- badan terhadap debitur, pula dari Balai Harta Peninggalan dan para anggota panitia para kreditur didengar oleh Pengadilan yang akan memberikan ketetapannya dalam waktu selambat-lambatnya selama delapan hari.

(2) Terhadap ketetapan ini tidak diperkenankan diajukan permohonan banding. Ketetapan tersebut dapat dijalankan berdasarkan surat aslinya.

Pasal 196

Tentang ketetapan Pengadilan tersebut, panitera harus memberikan dengan surat tercatat kepada semua kreditur yang berhak untuk menjalankan paksaan-badan terhadap debitur.

BAB I
BAGIAN 9
KEPAILITAN MENGENAI HARTA PENINGGALAN


Pasal 197

Harta kekayaan dari sesorang yang telah meninggal harus dinyatakan dalam keadaan pailit, bila seorang atau beberapa kreditur mengajukan permohonan dan menguraikan secara singkat pernyataan bahwa orang yang meninggal itu berada dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya, ataupun pada saat meninggal harta peninggalannya tidak cukup untuk membayar utang-utangnya.

Pasal 198

(1) Permohonan itu harus diajukan kepada Pengadilan yang pada waktu meninggalnya debitur bersangkutan, berwenang untuk memberikan keputusan pernyataan pailit tersebut.

(2) Keterangan para ahli waris tentang hal itu harus didengar ataupun mereka dipanggil untuk kepentingan itu dengan surat juru sita yang dilakukan pada rumah-kematian itu, tanpa perlu menyebutkan nama masing-masing waris, cukup dengan tanda pengenalan mereka dengan surat-surat dinas tercatat dari panitera.

Pasal 199

Pernyataan pailit mengakibatkan harta kekayaan orang yang meninggal dipisahkan demi hukum dari harta kekayaan para ahli warisnya, dengan cara seperti yang diuraikan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1107.

KUHPPerdata Pasal 1107

Semua orang yang mengutangkan kepada si meninggal dan semua penerima hibah wasiat dapat menuntut dari orang-orang yang mengutangkan kepada si waris, supaya harta peninggalan dipisahkan dari harta kekayaan si waris tersebut.

Pasal 200

Permohonan pernyataan pailit dapat dilakukan dalam waktu tiga bulan setelah adanya penerimaan warisan, atau sebelum enam bulan meninggalnya debitur yang bersangkutan.

Pasal 201

Bagian 6 Bab ini, tidak berlaku bagi kepailitan harta peninggalan, begitu juga bagian 8 tidak berlaku, kecuali bila warisannya tidak diterimakan secara tidak bersyarat.

BAB I
BAGIAN 10
KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL


Pasal 202

Para kreditur yang setelah diadakan pernyataan pailit telah mengambil pelunasan piutangnya untuk seluruhnya atau sebagian, masing-masing untuk diri sendiri dari barang-barang milik debitur yang dinyatakan pailit di Indonesia, dan barang-barang tersebut terletak di luar wilayah Indonesia dan yang tidak diperikatkan kepada kreditur dengan hak didahulukan, wajib mengganti kepada harta pailit segala yang telah diperolehnya dengan menggunakan hak didahulukan seperti demikian itu.

Pasal 203

(1) Kreditur yang telah memindahkan seluruh atau sebagian piutangnya kepada pihak ketiga, dengan maksud supaya pihak ketiga ini untuk seluruh atau sebagian secara tersendiri atau secara didahulukan dari pada orang-orang lain, untuk pelunasan piutang tersebut dapat mengambil pelunasan dari barang-barang debitur yang berada di luar wilayah Indonesia, wajib mengganti kepada harta pailit segala yang telah diperolehnya dengan cara yang demikian itu.

(2) Kecuali bila dapat dibuktikan sebaliknya, maka tiap pemindahan piutang harus dianggap telah dilakukan dengan maksud seperti tersebut di atas, bila hal itu dilakukan dengan pengetahuannya, bahwa pernyataan pailit sudah dimohonkan atau akan dimohonkan.

Pasal 204

(1) Kewajiban untuk mengganti kepada harta pailit, berlaku pula bagi setiap orang yang memindahkan utang atau piutangnya untuk seluruh atau sebagian kepada pihak ketiga dan karenanya pihak ketiga ini mendapat kesempatan untuk mengadakan perbandingan (perhitungan) utang atau piutangnya dengan suatu piutang atau utang di luar Indonesia, yang oleh peraturan ini tidak dibolehkan.

(2) Di sini berlaku ayat (2) dari pasal yang lalu.

BAB I
BAGIAN 11
REHABILITASI


Pasal 205

Setelah berakhirnya kepailitan menurut Pasal 156 dan Pasal 188, juga dalam Pasal 197, dbitur pailit atau para ahli warisnya berhak untuk mengajukan permohonan rehabilitasi kepada Pengadilan yang semula memeriksa kepailitan yang bersangkutan.

Pasal 206

Permohonan debitur pailit ataupun para ahli warisnya mengenai hal tersebut di atas, tidak akan diterima sebagaimana bukti yang menyatakan bahwa para kreditur yang diakui sudah menerima pembayaran piutang seluruhnya sehingga dapat memuaskan mereka masing-masing.

Pasal 207

Permohonan tersebut harus diiklankan dalam Berita Negara dan surat kabar yang ditunjuk oleh Pengadilan.

Pasal 208

(1) Dalam dua bulan setelah dilakukan pengiklanan tersebut dalam Berita Negara, setiap kreditur yang diakui boleh mengajukan perlawanan terhadap permohonan itu kepada panitera dengan menyampaikan surat keberatan yang disertai alasan-alasannya; kepada kreditur yang bersangkutan panitera harus memberikan tanda penerimaan.

(2) Perlawanan tersebut tidak boleh didasarkan atas alasan-alsan lain, kecuali bila pemohon itu tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 206.

Pasal 209

Setelah berakhirnya jangka waktu dua bulan seperti tersebut di atas, Pengadilan harus mengabulkan atau menolak permohonan itu, tanpa mempedulikan apakah perlawanan telah diajukan atau belum.

Pasal 210

Terhadap putusan Pengadilan ini, tidak diperkenankan diajukan banding maupun kasasi.

Pasal 211

Putusan mengenai pengabulan rehabilitasi tersebut harus diambil di muka sidang terbuka untuk umum dan dicatat dalam daftar (register) dimaksud dalam Pasal 18.

BAB II
TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN
PEMBAYARAN UTANG


Bagian 1
Pemberian Penangguhan Pembayaran dan Akibat-Akibatnya

Pasal 212

Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pambayaran utang, dengan maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren.

Pasal 213

(1) Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud Pasal 212 harus diajukan debitur kepada Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dengan ditandatangani olehnya dan oleh penasihat hukumnya, dan disertai daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93, beserta surat-surat bukti selayaknya.

(2) Pada surat permohonan tersebut diatas dapat dilampirkan rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 212.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 6 ayat (5) berlaku mutatis mutandis sebagai tata cara pengajuan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 214

(1) Surat permohonan berikut lampirannya, harus disediakan di kepaniteraan, agar dapat diperiksa tanpa biaya oleh umum terutama pihak yang berkepentingan.

(2) Pengadilan harus segera mengabulkan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang dan harus menunjuk seorang Hakim Pengawas dari Hakim Pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan debitur mengurus harta debitur.

(3) Segera setelah ditetapkan putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang, Pengadilan melalui pengurus wajib memanggil debitur dan kreditur yang dikenal dengan surat tercatat atau melalui kurir, untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan paling lambat pada hari ke 45 (empat puluh lima) terhitung setelah putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang ditetapkan.

Pasal 215

(1) Pengurus wajib segera mengumumkan putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang dalam Berita Negara dan dalam 1 (satu) atau lebih surat kabar harian yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas dan pengumuman itu juga harus memuat undangan untuk hadir pada persidangan yang merupakan rapat permusyawaratan hakim berikut, tanggal, tempat dan waktu sidang tersebut, nama Hakim Pengawas dan nama serta alamat pengurus.

(2) Apabila pada surat permohonan dilampirkan rencana perdamaian, maka hal ini harus disebutkan dalam pengumuman tersebut, dan pengumuman itu harus dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sebelum tanggal sidang yang direncanakan.

Pasal 216

Putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang berlaku sejak tanggal penundaan kewajiban pambayaran utang tersebut ditetapkan dan berlangsung sampai dengan tanggal sidang yang dimaksudkan dalam Pasal 215 ayat (1) diselenggarakan.

Pasal 217

(1) Pada hari sidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 215 ayat (1), Pengadilan harus memeriksa debitur, Hakim Pengawas, pengurus dan para kreditur yang hadir atau wakilnya yang ditunjuk berdasarkan surat kuasa, dan setiap kreditur berhak untuk hadir dalam sidang tersebut sekalipun yang bersangkutan tidak menerima panggilan untuk itu.
(2) Apabila rencana perdamaian dilampirkan pada permohonan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 213 atau telah disampaikan oleh debitur sebelum sidang, maka pemungutan suara tentang rencana perdamaian dapat dilakukan, jika ketentuan dalam Pasal 252 telah dipenuhi.
(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dipenuhi, atau jika kreditur konkuren belum dapat memberikan suara mereka mengenai rencana perdamaian maka atas permintaan debitur harus menentukan pemberian atau penolakan penundaan kewajiban pembayaran utang secara yeyap dengan maksud untuk memungkinkan debitur, pengurus dan para kreditur untuk mempertimbangkan dan menyetujui perdamaian pada rapat atau sidang yang diadakan selanjutnya.
(4) Apabila penundaan kewajiban pembayaran utang secara tetap sebagaimana dimaksud ayat (3) disetujui, maka penundaan tersebut berikut perpenjangannya tidak boleh melebihi 270 (dua ratus tujuh puluh) hari terhitung sejak putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang ditetapkan.
(5) Pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang secara tetap berikut perpanjangannya ditetapkan oleh Pengadilan berdasarkan persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) kreditur konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut, dan perselisihan yang timbul antara pengurus dan para kreditur konkuren tentang hak suara kreditur tersebut diputuskan oleh Hakim Pengawas.
(6) Apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang diperiksa pada saat yang bersamaan, maka permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang harus diputuskan terlebih dahulu.

Pasal 217 A

(1) Jika jangka waktu penundaan sementara kewajiban pembayaran utang berakhir karena kreditur konkuren tidak menyetujui pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang secara bertahap atau perpanjangannya sudah diberikan, tetapi sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 ayat (4) belum tercapai persetujuan terhadap rencana perdamaian, maka pengurus pada hari berakhirnya wajib memberitahukan Pengadilan, yang harus menyertakan debitur pailit selambat-lambatnya pada hari berikutnya.
(2) Pengurus wajib mengumumkan hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam surat kabar harian di mana permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang diumumkan berdasarkan Pasal 215.

Pasal 217 B

(1) Pengadilan harus mengangkat Panitia Kreditur apabila :

a. permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang meliputi utang dalam jumlah besar atau bersifat rumit; atau

b. pengangkatan tersebut dikehendaki oleh kreditur konkuren yang mewakili paling sedikit-(satu perdua) bagian dari seluruh tagihan yang diakui.

(2) Pengurus dalam menjalankan jabatannya wajib menerima serta mempertimbangkan rekomendasi Panitia Kreditur.

Pasal 217 C

(1) Panitera Pengadilan wajib mengadakan daftar umum dengan mencantumkan untuk setiap penundaan kewajiban pembayaran utang :

a. tanggal diberikan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang dan tanggal-tanggal diberikan penundaan kewajiban pembayaran utang secara tetap berikut perpanjangannya;

b. kutipan putusan Pengadilan yang menetapkan penundaan kewajiban pembayaran utang yang bersifat sementara maupun yang tetap dan perpanjangannya;

c. nama Hakim Pengawas dan pengurus yang diangkat;

d. ringkasan isi perdamaian dan pengesahan perdamaian tersebut oleh Pengadilan;

e. pengakhiran perdamaian.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan isi daftar umum tersebut ditetapkan oleh Mahkamah Agung.

(4) Panitera Pengadilan wajib menyediakan daftar umum yang dapat diperiksa oleh siapapun tanpa dipungut biaya.

Pasal 217 D

(1) Jika diminta oleh pengurus, Hakim Pengawas dapat mendengar saksi atau memerintahkan pemeriksaan oleh ahli untuk menjelaskan keadaan yang menyangkut penundaan kewajiban pembayaran utang, dan saksi-saksi tersebut dipanggil sesuai dengan ketentuan dalam hukum acara perdata.

(2) Dalam hal saksi tidak hadir atau menolak untuk mengangkat sumpah atau memberi keterangan, maka berlaku ketentuan dalam hukum acara perdata terhadap hal tersebut.

(3) Suami/isteri atau mantan suami/isteri, anak-anak dan keturunan selanjutnya, orang tua, kakek-nenek debitur dapat menggunakan hak mereka untuk dibebaskan dari kewajiban memberi kesaksian.

Pasal 217 E

(1) Dalam putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 214, diangkat pengurus.

(2) Pengurus yang diangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus independen dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan debitur atau kreditur.

(3) Yang dapat menjadi pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat 91, adalah:

a. perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus harta debitur;

b. telah terdaftar pada Departemen Kehakiman.

(4) Pengurus bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan yang menyebabkan kerugian terhadap harta debitur.

(5) Dalam putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang harus dicantumkan besarnya biaya pengurusan harta debitur termasuk imbalan jasa bagi pengurus berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Departemen Kehakiman.
Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 221 dihapus.

Pasal 220

(1) Ketetapan penangguhan pembayaran yang telah dilakukan secara tetap dapat dijalankan terkebih dahulu, walaupun terhadapnya diajukan permohonan banding.
(2) Ketetapan tersebut harus diiklankan dengan cara yang ditetapkan menurut Pasal 215.

Pasal 222

(1) Apabila diangkat lebih dari satu pengurus, maka untuk melakukan tindakan yang sah dan mengikat, para pengurus memerlukan persetujuan lebih dari - (satu perdua) jumlah para pengurus.
(2) Apabila suara setuju dan tidak setuju sama banyaknya, tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memperoleh persetujuan Hakim Pengawas.
(3) Pengurus yang diangkat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 214 ayat (2) dapat diganti atau ditambah oleh Hakim Pengawas atas permintaan kreditur konkuren, dan permintaan tersebut hanya dapat diajukan apabila didasarkan atas persetujuan kreditur tersebut dalam rapat kreditur dengan suara terbanyak biasa.

Pasal 223

(1) Dalam putusan yang memberikan penundaan kewajiban pembayaran utang, Pengadilan dapat memasukkan ketentuan-ketentuan yang dianggap perlu untuk kepentingan para kreditur.

(2) Hakim Pengawas dapat melakukan hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setiap waktu selama adanya penundaan kewajiban pembayaran utang, berdasarkan:

a. prakarsa Hakim Pengawas;
b. permintaan pengurus; atau
c. permintaan satu atau lebih kreditur.

Pasal 224

(1) Jika penundaan kewajiban pembayaran utang telah diberikan, Hakim Pengawas dapat mengangkat satu atau lebih ahli untuk melakukan pemeriksaan dan menyusun laporan tentang keadaan harta debitur dalam jangka waktu tertentu berikut perpanjangannya yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas.
(2) Laporan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memuat pendapat yang disertai alasan yang lengkap tentang keadaan harta debitur dan dokumen yang telah diserahkan oleh debitur serta tingkat kesanggupan atau kemampuan debitur dapat memenuhi kewajibannya kepada para kreditur, dan laporan tersebut harus sedapat mungkin menunjukkan tindakan-tindakan yang harus diambil untuk dapat memenuhi tuntutan para kreditur.
(3) Para ahli harus menyediakan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) di kantor Panitera agar dapat diperiksa umum tanpa biaya, dan tiada biaya dipungut untuk menyediakan laporan tersebut.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 berlaku pula bagi para ahli.

Pasal 225

Setiap 3 (tiga) bulan pengurus wajib melaporkan keadaan debitur, dan laporan tersebut harus disediakan pula di kantor Panitera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (3).
Jangka waktu pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang oleh Hakim Pengawas.

Pasal 226

(1) Selama penundaan kewajiban pembayaran utang, tanpa diberi kewenangan oleh pengurus, maka debitur tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau pemindahan hak atas sesuatu bagian dari hartanya, dan jika debitur melanggar ketentuan ini, pengurus berhak untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitur tidak dirugikan karena tindakan debitur tersebut.
(2) Kewajiban-kewajiban debitur yang dilakukan tanpa mendapatkan kewenangan dari pengurus yang timbul setelah dimulainya penundaan kewajiban pembayaran utang, hanya dapat dibebankan kepada harta debitur sepanjang hal itu menguntungkan para kreditur.
(3) Atas dasar kewenangan yang diberikan oleh pengurus, debitur dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga semata-mata dalam rangka meningkatkan nilai harta debitur.
(4) Apabila dalam melakukan pinjaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) perlu diberikan agunan, debitur dapat membebani hartanya dengan hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya, sepanjang pinjaman tersebut telah memperoleh persetujuan Hakim Pengawas.
(5) Pembebanan harta pailit dengan hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), hanya dapat dilakukan terhadap bagian harta debitur yang belum dijadikan jaminan utang.

Pasal 227

(1) Bila debitur telah kawin dengan persatuan harta, maka yang termasuk harta kekayaan debitur ialah segala kekayaan dan beban dari persatuan harta tersebut.
(2) Dalam hal ini berlaku Pasal 60 dan Pasal 61.

Pasal 228

(1) Selama berlangsungnya penundaan kewajiban pembayaran utang, debitur tidak dapat dipaksa membayar utang-utangnya sebagaimana dimaksud dalamn Pasal 231 dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai guna mendapatkan pelunasan utang, harus ditangguhkan.
(2) Kecuali telah ditetapkan tanggal yang lebih awal oleh Pengadilan berdasarkan permintaan pengurus, semua sitaan yang telah dipasang berakhir segera setelah ditetapkannya putusan penundaan kewajiban pembayaran utang secara tetap atau setelah persetujuan atas perdamaian telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, dan atas permintaan pengurus atau Hakim Pengawas, Pengadilan, jika masih diperlukan, wajib menetapkan pengangkatan sitaan yang telah dipasang atas barang-barang yang termasuk harta debitur.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berlaku pula terhadap eksekusi dan sitaan yang telah dimulai atas barang yang tidak dibebani agunan sekalipun eksekusi dan sitaan tersebut berkenaan dengan tagihan kreditur yang dijamin dengan hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya atau dengan hak yang harus diistimewakan berkaitan dengan kekayaan tertentu berdasarkan Undang-undang.

Pasal 229

(1) Penangguhan pembayaran tidak menghentikan perkara yang sudah mulai diperiksa ataupun menghalangi pengajuan perkara yang baru.

(2) Walaupun demikian, dalam hal perkara yang semata-mata mengenai tuntutan pembayaran suatu piutang yang telah diakui oleh debitur itu sendiri, akan tetapi kreditur tidak mempunyai kepentingan untuk mendapatkan suatu putusan guna melaksanakan haknya terhadap pihak ketiga, setelah tentang pengakuan tersebut di atas dicatat, maka hakim dapat menangguhkan pengambilan putusan menganai hal itu sampai akhir penangguhan pembayaran itu.

(3) Debitur tidak boleh menjadi penggugat maupun tergugat dalam perkara-perkara mengenai hak dan kewajiban yang menyangkut harta kekayaannya, tanpa bantuan pihak pengurus.

Pasal 230

(1) Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 231 A, penundaan kewajiban pembayaran utang tidak berlaku terhadap:

a. tagihan-tagihan yang dijamin dengan gadai, hak tanggungan, hak agunan atas kebendaanlainnya, atau tagihan yang diistimewakan terhadap barang-barang tertentu milik debitur;

b. tagihan biaya pemeliharaan, pengawasan atau pendidikan yang harus dibayar, dan Hakim Pengawas harus menentukan jumlah tagihan tersebut yang terkumpul sebelum penundaan kewajiban pembayaran utang yang bukan merupakan tagihan dengan hak untuk diistimewakan.

(2) Dalam hal kekayaan yang diagunkan dengan hak gadai, hak tanggungan, dan hak agunan atas kebendaan lainnya tidak mencukupi untuk menjamin tagihan, maka para kreditur yang dijamin dengan agunan tersebut mendapatkan hak sebagai kreditur komkuren, termasuk mendapatkan hak untuk mengeluarkan suara selama penundaan kewajiban pembayaran utang berlaku.

Pasal 231

Pembayaran semua utang lainnya yang sudaj ada sebelum pemberian penangguhan pembayaran, selama berlangsungnya penangguhan pembayaran ini, tidak boleh dilakukan selain berdasarkan perimbangan utangnya masing-masing dari semua kreditur tanpa mengurangi berlakunya kekuatan Pasal 171 ayat (3).

Pasal 231 A

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 A berlaku mutatis mutandis terhadap pelaksanaan hak kreditur yang diistimewakan, dengan ketentuan bahwa penangguhan berlaku selama berlangsungnya penundaan kewajiban pembayaran utang.

Pasal 232

(1) Barang siapa mempunyai utang dan piutang kepada debitur berdasarkan harta kekayaan debitur, boleh mengadakan perhitungan utang-piutang untuk pengurusannya, bila utang atau piutangnya itu telah terjadi sebelum mulai berlakunya penangguhan pembayaran itu.

(2) Tagihan yang ditujukan kepada Debitur, bila dianggap perlu, diselesaikan berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 258 dan Pasal 259.

Pasal 233

(1) Seorang yang telah mengambil alih utang atau piutang dari harta kekayaan tersebut, sebelum mulai berlakunya penangguhan pembayaran, tidak boleh minta agar dilakukan perhitungan utang-piutang, bila sewaktu mengadakan pengambilalihan itu tidak dilakukan demi itikad baik.

(2) Sekali-kali tidak dapat dilakukan perhitungan utang-piutang yang pengambilalihannya terjadi kemudian sesudah ada penangguhan pembayaran.

(3) Dalam hal ini berlaku Pasal 54 dan Pasal 55.

Pasal 234

(1) Dalam hal pada saat putusan penundaan kewajiban pembayaran utan ditetapkan terdapat perjanjian timbal-balik yang belum atau baru sebagian dipenuhi, maka pihak dengan siapa debitur mengadakan perjanjian dapat meminta kepada pengurus untuk memberikan kepastian mengenai kelanjutan pelaksanaan perjanjian yang bersangkutan dalam jangka waktu yang disepakati oleh pengurus dan pihak tersebut.
(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Hakim Pengawas menetapkan jangka waktu tersebut.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) pengurus tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut, maka perjanjian berakhir dan pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat menuntut ganti rugi sebagai kreditur konkuren.
(4) Apabila pengurus menyatakan kesanggupannya, maka pengurus memberikan jaminan atas kesanggupannya untuk melaksanakan perjanjian tersebut.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) tidak berlaku terhadap perjanjian yang mewajibkan debitur melakukan sendiri perbuatan yang diperjanjikan.

Pasal 235

Bila dalam hal yang dimaksud dalam pasal yang lalu, telah diadakan perjanjian untuk menyerahkan barang-barang dagangan yang diperdagangkan di bursa dengan penyebutan tenggang waktunya, dan penyerahan itu akan dilakukan menjelang suatu saat atau dalam tenggang waktu yang ditentukan, sedangkan saat itu tiba atau tenggang waktu itu berakhir sesudah mulai berlakunya penangguhan pembayaran, maka hapuslah perjanjian itu dengan pemberian penangguhan pembayaran yang masih sementara dan pihal lawan boleh dengan begitu saja mengajukan tuntutan ganti rugi menurut ketentuan dalam Pasal 231. Jika karena terhapusnya perjanjian tersebut, harta kekayaan debitur menderita kerugian, maka pihak lawan wajib mengganti kerugiannya itu.

Pasal 236

(1) segera setelah penangguhan pembayaran dimulai, debitur yang menjadi penyewa suatu barang dengan mengindahkan ketentuan dalam Pasal 226, dapat megakhiri sewa tersebut untuk sementara, asalkan pemberitahuan untuk menghentikan sewa itu dilakukan menjelang suatu waktu persetujuan itu akan berakhir menurut kelaziman setempat. Selain itu, pada waktu pemberitahuan penghentian itu harus diindahkan pula tenggang waktu yang telah diperjanjikan menurut persetujuan atau menurut kelaziman setempat, dalam pengertian bahwa sedikit-dikitnya suatu tenggang waktu selama tiga bulan sudah dianggap cukup untuk itu. Bila uang sewa telah dibayar sebelumnya, maka sewa tersebut tidak boleh dihentikan sampai menjelang hari akhir waktu untuk mana pembayaran uang muka itu telah dilakukan.
(2) Sejak dimulai penangguhan pembayaran, uang sewa menjadi utang harta kekayaan.

Pasal 237

(1) Segera setelah penundaan kewajiban pembayaran utang dimulai, maka debitur berhak untuk memutuskan hubungan kerja dengan karyawannya, dengan mengindahkan ketentuan Pasal 226 dan tenggang waktu yang telah disetujui atau yang diisyaratkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan pengertian bahwa bagaimanapun juga hubungan kerja itu boleh diakhiri dengan pemberitahuan penghentian hubungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang berlaku.
(2) Sejak mulai berlakunya penundaan kewajiban pembayaran utang, maka gaji serta biaya lain yang timbul dalam hubungan kerja tersebut menjadi utang harta debitur.

Pasal 238

(1) Pembayaran kepada debitur yang kepadanya telah diberikan penangguhan pembayaran sementara akan tetapi hal ini belum diberitahukan atau diumumkan, untuk memenuhi perikatan yang diterbitkan sebelum adanya penangguhan pembayaran kepada debitur, membebaskan pelakunya dari harta kekayaan selama ia dapat membuktikan bahwa ia tidak tahu tentang adanya penangguhan pembayaran sementara itu.
(2) Pembayaran seperti dimaksudkan pada ayat yang lalu dan yang dilakukan sesudah adanya pengumuman tentang penangguhan pembayaran itu, tidak membebaskan harta kekayaan, kecuali bila pelakunya dapat membuktikan bahwa pengumuman penangguhan pembayaran yang telah dilakukan menurut perundang-undangan yang berlaku itu, tidak dapat diketahui di tempat tinggalnya; hal demikian ini tidak mengurangi hak para pengurus untuk membuktikan bahwa pengumuman demikian sesungguhnya dapat diketahuinya.
(3) Bagaimanapun segala pembayaran yang dilakukan kepada debitur membebaskan pelakunya terhadap harta kekayaan, sekedar yang dibayarkan membawa keuntungan bagi harta kekayaan itu.

Pasal 239

Penangguhan pembayaran tidak berlaku untuk keuntungan para peserta debitur dan para penanggung.

Pasal 240

(1) Setelah penundaan kewajiban pembayaran utang itu dapat diakhiri, baik atas permintaan Hakim Pengawas, atau atas permohonan pengurus atau satu atau lebih kreditur , atau atas prakarsa Pengadilan sendiri, dalam hal:

a. debitur, selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang, bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan terhadap hartanya;

b. debitur mencoba merugikan para krediturnya;

c. debitur melakukan pelanggaran ketentuan Pasal 226 ayat (1);

d. debitur lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya oleh Pengadilan pada saat atau setelah penundaan kewajiban pembayaran utang diberikan, atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diisyaratkan oleh para pengurus demi kepentingan harta debitur;

e. selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang, keadaan harta debitur ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkannya penundaan kewajiban pembayaran utang; atau

f. keadaan debitur tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya terhadap para kreditur pada waktunya.

(2) Dalam keadaan sebagaimana tersebut dalam ayat (1) huruf a dan e, pengurus wajib mengajukan permohonan pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran utang.

(3) Pemohon, Debitur dan Pengurus harus didengar atau dipanggil sebagaimana mestinya, dan panggilan dikeluarkan oleh Panitera pada tanggal yang ditetapkan oleh pengadilan.

(4) Putusan Pengadilan harus memuat alasan-alasan yang menjadi dasar putusan tersebut.

(5) Jika penundaan kewajiban pembayaran utang diakhiri berdasarkan ketentuan Pasal ini, debitur harus dinyatakan pailit dalam putusan yang sama.

(6) Permohonan pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran uatang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus selesai diperiksa dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari terhitung sejak pengajuan permohonan tersebut dan putusan Pengadilan harus diberikan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari sejak selesainya pemeriksaan.

Pasal 241

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11 berlaku mutatis mutandis terhadap putusan pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran utang.

Pasal 242

Segera setelah ketetapan pencabutan penangguhan pembayaran itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti, ketetapan tersebut harus diiklankan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 215.

Pasal 243

(1) Jika Pengadilan menganggap bahwa sidang permohonan pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran utang tidak dapat diselesaikan sebelum tanggal para kreditur didengar sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 214 ayat (3), Pengadilan wajib memerintahkan agar para kreditur diberitahu secara tertulis, bahwa mereka tidak dapat didengar pada tanggal tersebut.

(2) Jika diperlukan, Pengadilan kemudian akan menetapkan selekasnya tanggal lain untuk sidang dan dalam hal demikian para kreditur wajib dipanggil oleh pengurus.

Pasal 244

(1) Setiap waktu debitur berhak memohon kepada Pengadilan agar dicabut penangguhan pembayaran dengan alasan bahwa keadaan harta kini sudah sedemikian rupa, hingga ia dapat melakukan pembayaran-pembayaran lagi. Keterangan para pengurs dan para kreditur dalam hal pemberian penangguhan pembayaran secara tetap, akan didengar atau mereka dipanggil secara layak.
(2) Panggilan ini dilakukan dengan surat dinas tercatat oleh panitera menjelang hari yang telah ditetapkan oleh pengadilan.

Pasal 245

(1) selama penangguh pembayaran, tidak boleh diajukan permohonan pernyataan pailit dengan begitu saja.
(2) Bila berdasarkan salah satu ketentuan dalam bab ini pernyataan pailit itu ditetapkan, maka berlaku pasal 13; bila berdasarkan ketentuan tersebut pernyataan pailit dibatalkan, berlaku pasal 12 dan pasal 14 (Rfv 217-5, 240-4, 274 dan seterusnya).

Pasal 246

(1) Jika kepailitan dinyatakan sesuai dengan ketentuan bab ini, atau dalam waktu 2 (dua) bulan setelah pengakhiran suatu penundaan kewajiban pembayaran utang, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. jangka waktu tersebut dalam pasal 24 dan pasal 44 harus dihitung telah dimulai sejak permulaan berlakunya penundaan kewajiban pembayaran utang;

b. kurator mempunyai kewenangan yang diberikan kepada pengurus sesuai pasal 226 ayat (1);

c. perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur, setelah diberi kewenangan oleh pengurus untuk melakukannya harus dianggap sebagai perbuatan hukum yang dialkukan oleh kurator, dan utang harta debitur yang terjadi selama berlangsungnya penundaan kewajiban pembayaran utang merupakan utang harta pailit;

d. kewajiban debitur yang timbul selama jangka waktu penundaan kewajiban pembayaran utang tanpa adanya pemberian kewenangan oleh pengurus tidak dapat dibebankan terhadap harta debitur, kecuali hal tersebut membawa akibat yang menguntungkan bagi harta debitur.

(3) Apabila permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang diajukan dalam waktu 2 (dua) bulan setelah berakhirnya penundaan kewajiban pembayaran utang sebelumnya, maka ketentuan ayat (1) berlaku pula bagi jangka waktu penundaan kewajiban pembayaran utang berikutnya.

Pasal 247

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 berlaku mutatis terhadap imbalan jasa bagi pengurus.

(2) Imbalan jasa bagi ahli yang diangkat berdasarkan pasal 224, ditentukan oleh pengurus.

Pasal 248

Ketentuan-ketentuan hukum internasional dari pasal-pasal 202-204 berlaku pula dalam hal penangguhan pembayaran.

BAB II
BAGIAN 2
PERDAMAIAN


Pasal 249

Debitur berhak pada waktu mengajukan permohonan penangguhan pembayaran atau sesudah itu, untuk menawarkan suatu perdamaian kepada mereka yang mempunyai piutang-piutang dan yang terhadapnya diberikan pengunduran pembayaran itu.

Pasal 250

(1) Apabila rencana perdamaian itu tidak diajukan kepada Panitera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 213, maka rencana itu harus diajukan sebelum hari tanggal sidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 215 atau tanggal kemudian dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 ayat (4).

(2) Rencana perdamaian harus disediakan di kepaniteraan untuk dapat diperiksa oleh siapapun tanpa dikenakan biaya dan disampaikan kepada Hakim Pengawas, dan pengurus serta ahli, bila ada, secepat mungkin setelah rencana tersebut tersedia.

Pasal 251

Rencana perdamaian ini akan gugur demi hukum, bila sebelum putusan penangguhan pembayaran mempunyai kekuatan hukum yang pasti, kemudian datang keputusan yang berisikan telah terjadinya penghentian penangguhan pembayaran tersebut.

Pasal 252

(1) Apabila rencana perdamaian telah diajukan kepada Panitera, maka Pengadilan harus menentukan:

a. hari pada saat mana paling lambat tagihan-tagihan yang terkena penundaan kewajiban pembayaran utang harus disampaikan kepada pengurus;

b. tanggal dan waktu rencana perdamaian yang diusulkan itu akan dibicarakan dan diputuskan dalam rapat permusyawaratan hakim.

(2) Sedikitnya harus ada waktu 14 (empat belas) hari antara tanggal yang tersebut dalam ayat (1) huruf a dan huruf b.

Pasal 253

(1) Pengurus wajib mengumumkan penentuan waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 252 ayat (1) bersama-sama dengan dimasukkannya rencana perdamaian, kecuali jika hal ini sudah diumumkan sesuai dengan ketentuan Pasal 215.

(2) Pengurus juga wajib memberitahukan dengan surat tercatat atau melalui kurir kepada semua kreditur yang diketahuinya, dan pemberitahuan ini harus menyebutkan ketentuan Pasal 254 ayat (2).

(3) Para kreditur dapat menghadap sendiri atau diwakilkan oleh seorang kuasa berdasarkan surat kuasa tertulis.

(4) Pengurus dapat mensyaratkan agar debitur memberikan kepada mereka uang muka dalam jumlah yang ditetapkan oleh pengurus guna menutup biaya-biaya untuk pengumuman dan pemberitahuan tersebut.

Pasal 254

(1) Tagihan-tagihan harus diajukan kepada pengurus dengan cara menyerahkan surat tagihan ataupun bukti tertulis lainnya yang menyebutkan sifat dan jumlah tagihan disertai bukti-bukti yang mendukungnya atau salinan bukti-bukti itu.

(2) Tagihan-tagihan yang tidak terkena penundaan kewajiban pembayaran utang tidak boleh diajukan kepada pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan apabila tagihan-tagihan tersebut telah diajukan, maka penundaan kewajiban pembayaran utang berlaku juga terhadap tagihan tersebut, dan terhapuslah setiap hak istimewa, hak untuk menahan (retensi), gadai, hak tanggungan atau hak agunan atas kebendaan lain.

(3) Ketentuan tentang hapusnya setiap hak istimewa, hak untuk menahan (retensi), gadai, hak tanggungan atau hak agunan atas kebendaan lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku jika tagihan itu ditarik kembali sebelum pemungutan suara dimulai.

(4) Terhadap tagihan-tagihan yang diajukan kepada pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kreditur dapat meminta tanda terima dari pengurus.

Pasal 255

Segala perhitungan yang telah dimasukkan itu harus dibandingkan oleh para pengurus harta dengan catatan-catatan dan laporan-laporan pihak debitur; bila terdapat suatu keberatan tentang diterimanya suatu piutang, maka harus diadakan perundingan dengan pihak kreditur dan kemudian para pengurus berhak meminta kepada kreditur yang bersangkutan untuk menyerahkan surat-surat yang belum diterimanya dan meminta agar diperlihatkan semua catatan dan bukti yang asli.

Pasal 256

Oleh para pengurus harta, piutang-piutang yang dimasukkan itu dibuat dalam daftar dengan menyebutkan nama dan tempat tinggal para kreditur, jumlahnya piutang masing-masing beserta penjelasannya, begitu pula apakah piutang tersebut dapat diakui atau dibantah.

Pasal 257

(1) Piutang-piutang yang berbunga harus dimasukan dalam daftar dengan perhitungan bunganya sampai pada hari penangguhan itu dimulai.
(2) Di sini berlaku pula pasal-pasal 125, 129, 131 dan 132 ayat (1) dan ayat (2).

Pasal 258

(1) Suatu tagihan dengan syarat tangguh boleh dimasukkan dalam daftar sebegaimana dimaksud dalam Pasal 256 untuk nilai yang berlaku pada saat dimulainya penundaan kewajiban pembayaran utang.
(2) Jika pengurus dan para kreditur tidak mencapai kesepakatan tentang penetapan nilai tagihan tersebut, maka tagihan demikian harus diterima secara bersyarat untuk ditetapkan oleh Hakim Pengawas.

Pasal 259

(1) Suatu piutang yang dapat ditagih pada waktu yang tidak dipastikan atau yang memberikan hak atas tunjangan berkala, harus dimasukkan dalam daftar dengan nilai pada saat penangguhan pembayaran itu mulai berlaku.
(2) Semua piutang yang baru dapat ditagih setahun kemudian sejak pengunduran pembayaran mulai berlaku, diperlakukan seolah-olah dapat ditagih pada saat tersebut tadi. Semua piutang yang baru dapat ditagih setelah setahun, terhitung sejak mulai berlakunya panangguhan pembayaran itu, dimasukkan dalam daftar dengan perhitungan waktu setelah lewatnya waktu sejak saat tersebut.

(3) Dalam membuat perhitungan mengenai hal tersebut diatas, semata-mata hanya perlu diperhatikan saat dan cara pengangsurannya, keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh jika memang ada dan bila piutang yang bersangkutan mendatangkan bunga, perlu diperhatikan tinggi bunganya yang telah diperjanjikan itu.

Pasal 260

(1) Para pengurus harta wajib meletakkan salinan daftar dikepaniteraan pengadilan dimaksud dalam pasal 256, agar dalam waktu tujuh hari sebelum diadakan rapat yang disebutkan dalam pasal 252, dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh siapa saja yang menghendakinya.

(2) Peletakan dikepaniteraan tersebut dilakukan dengan cuma-cuma pula.

Pasal 261

(1) Dengan tetap memperhatikan ketentuan mengenai jangka waktu penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 ayat (4), atas permintaan Pengurus atau karena jabatannya, Hakim Pengawas dapat menunda pembicaraan pemungutan suara tentang rencana perdamaian tersebut.

(2) Dalam hal terjadi penundaan pembicaraan pemungutan suara dimaksud dalam ayat (1) berlaku ketentuan dalam Pasal 253.

Pasal 262

(1) Dalam rapat tersebut, baik para pengurus harta maupun para ahli, kalau memang ada, harus memberikan laporan secara tertulis mengenai perdamaian yang ditawarkan itu. Dalam hal ini berlaku pasal 140.

(2) Piutang-piutang yang disampaikan kepada pengurus harta sesudah lewat tenggang waktu dimaksud dalam pasal 252-1, tetapi selambat-lambatnya dua hari sebelum rapat diadakan, harus dimasukkan dalam daftar atas permintaan yang diajukan pada rapat tersebut, jika pihak para pengurus harta maupun para kreditur yang hadir tidak mengajukan keberatan.

(3) Piutang-piutang yang dimasukkan sesudahnya, tidak akan dimasukkan dalam daftar tersebut diatas.

(4) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (2) di atas tidak berlaku, bila ternyata kreditur berhalangan untuk melaporkan diri terlebih dahulu karena tempat tinggalnya jauh.

(5) Bila diajukan keberatan seperti dimaksud dalam ayat (2) diatas atau bila ada perselisihan tentang ada atau tidaknya halangan dimaksud dalam ayat (4) di atas, maka setelah meminta nasihat dari rapat, pengadilan memberikan putusan mengenai hal ini.

Pasal 263

(1) Dalam rapat tersebut para pengurus harta berhak untuk menarik kembali setiap pengakuan atau bantahan yang telah dilakukannya.
(2) Baik debitur pailit maupun kreditur yang hadir, diperkenankan mengadakan bantahan terhadap piutang-piutang yang telah diakui oleh para pengurus harta baik seluruhnya maupun sebagian.
(3) Bantahan-bantahan atau pengakuan-pengakuan yang telah diadakan dalam rapat, harus dicatat dalam daftar tersebut diatas.

Pasal 264

Hakim Pengawas harus menentukan apakah dan sampai jumlah berapakah para kreditur yang tagihannya dibantah itu, dapat ikut serta dalam pemungutan suara.

Pasal 265

(1) Rencana perdamaian dapat diterima apabila disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) kreditur konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir pada rapat permusyawaratan hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 252 termasuk kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 264, yang bersama-sama mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.

(2) Ketentuan dalam Pasal 142 dan Pasal 143 berlaku pula dalam pemungutan suara untuk menerima rencana perdamaian sebagimana dimaksud dalam ayat 91).

Pasal 266

(1) Risalah rapat permusyawaratan hakim harus mencantumkan isi rencana perdamaian, nama para kreditur yang hadir dan berhak mengeluarkan suara, catatan tentang suara yang dikeluarkan kreditur beserta hasil pemungutan suara dan catatan tentang semua kejadian lain dalam rapat.
(2) Daftar para kreditur yang dibuat oleh pengurus yang telah ditambah atau diubah dalam rapat, harus ditandatangani oleh Hakim Pengawas dan Panitera serta harus dilampirkan pada risalah rapat yang bersangkutan.
(3) Salinan risalah rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), selama 8 (delapan) hari harus disediakan di Kepaniteraan untuk dapat diperiksa oleh umum tanpa biaya.

Pasal 267

(1) Debitur dan kreditur yang memberi suara mendukung rencana perdamaian dalam waktu 8 (delapan) hari setelah tanggal pemungutan suara dalam rapat, dapat meminta kepada Pengadilan agar risalah rapat diperbaiki apabila berdasarkan dokumen yang ada ternyata bahwa perdamaian oleh Hakim Pengawas secara khilaf telah dianggap sebagai ditolak.
(2) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus diajukan kepada pengadilan.
(3) Jika Pengadilan membuat koreksi pada risalah, maka dalam putusan yang sama Pengadilan harus menentukan tanggal pengesahan perdamaian yang harus dilakukan antara 8 (delapan) hari dan 14 (empat belas) hari setelah putusan Pengadilan yang mengkoreksi risalah tersebut diberikan.
(4) Pengurus wajib memberitahukan secara tertulis kepada para kreditur tentang putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dan putusan ini berakibat bahwa pernyataan pailit berdasarkan Pasal 274 menjadi batal dan tidak berlaku karena hukum.

Pasal 268

(1) Apabila rencana perdamaian diterima, maka Hakim Pengawas wajib menyampaiakan laporan tertulis kepada Pengadilan pada tanggal yang telah ditentukan untuk keperluan pengesahan perdamaian, dan pada tanggal yang ditentukan tersebut pengurus serta kreditur dapat menyampaikan alasan yang menyebabkan ia menerima atau menolak rencana perdamaian.
(2) Ketentuan dalam Pasal 148 ayat (2) berlaku terhadap pelaksanaan ketentuan ayat (1).
(3) Pengadilan menetapkan tanggal sidang untuk pengesahan perdamaian yang harus diselenggarakan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah rencana perdamaian disetujui oleh kreditur.

Pasal 269

(1) Pengadilan wajib memberikan putusan mengenai pengesahan perdamaian disertai alasan-alasannya pada sidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 ayat (3).

(2) Pengadilan hanya dapat menolak untuk melakukan pengesahan perdamaian, apabila:

a. harta debitur, termasuk barang-barang untuk mana dilaksanakan hak retensi, jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian;

b. pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin;

c. perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau karena sekongkol dengan satu atau lebih kreditur, atau karena pemakaian upaya-upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah debitur atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini;

d. imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh para ahli dan pengurus belum dibayar atau tidak diberikan jaminan untuk pembayarannya.

(3) Apabila Pengadilan menolak mengesahkan perdamaian. maka dalam putusan yang sama Pengadilan wajib menyatakan debitur pailit, dan putusan tersebut harus diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 215.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, berlaku mutatis mutandis terhadap penolakan pengesahan perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

Pasal 270

Perdamaian yang telah disahkan, berlaku terhadap semua kreditur yang baginya berlaku penangguhan pembayaran tersebut.

Pasal 271

Semua keputusan yang mengesahkan perdamaian yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Dalam hubungannya dengan berita acara dimaksud dalam pasal 256 mengenai piutang yang tidak dibantah oleh debitur pailit, merupakan suatu alas hak yang dapat dijalankan terhadap debitur pailit mereka yang telah mengikatkan diri sebagai penanggung perdamaian tersebut.

Pasal 272 dihapus

Pasal 273

Penundaan kewajiban pembayaran utang berakhir segera setelah putusan tentang pengesahan memperoleh kekuatan hukum yang tetap, dan pengurus wajib mengumumkan pengakhiran ini dalam surat kabar harian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 215.

Pasal 274

Apabila rencana perdamaian ditolak, maka Hakim Pengawas wajib segera memberitahukan penolakan itu kepada Pengadilan dengan cara menyerahkan kepada Pengadilan tersebut salinan rencana perdamaian serta risalah rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266, dan dalam hal demikian Pengadilan harus menyatakan debitur pailit selambat-lambatnya 1 (satu) hari setelah Pengawas menerima pemberitahuan penolakan dari Hakim Pengawas.

Pasal 275

Apabila Pengadilan telah menyatakan Debitur pailit, maka terhadap putusan kepailitan tersebut berlaku ketentuan tentang kepailitan tersebut berlaku ketentuan tentang kepailitan sebagaimana dimaksud dalam BAB KESATU, kecuali Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11.

Pasal 276

(1) Dalam hal pembatalan perdamaian berlaku pula pasal 160 dan pasal 161.

(2) Dalam putusan pengadilan yang memutuskan batalnya perdamaian termaksud, harus juga dinyatakan kepailitan debitur yang bersangkutan.

Pasal 277

Dalam kepailitan yang diputuskan berdasarkan pasal-pasal 268, 274, atau 276 tidak diperkenankan ditawarkan perdamaian.

BAB II
BAGIAN 3
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP

Pasal 278

Kecuali bila ditentukan sebaliknya, dan dengan tidak mengurangi kemungkinan pengajuan kasasi demi kepentingan undang-undang, maka tidak dapat diajukan banding terhadap putusan-putusan hakim yang dibuat berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam bab ini.

Pasal 279

Permohonan-permohonan yang diajukan berdasarkan Pasal 223, Pasal 240, Pasal 241, Pasal 244, Pasal 267, Pasal 275 dan Pasal 276 harus ditandatangani oleh penasehat hukum yang mempunyai izin praktek yang bertindak berdasarkan surat kuasa, kecuali apabila dimajukan oleh para Pengurus.

BAB III
TENTANG PENGADILAN NIAGA


Pasal 280

(1) Permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud dalam BAB PERTAMA dan BAB KEDUA, diperiksa dan diputuskan oleh pengadilan Niaga yang berada di lingkungan Peradilan Umum.
(2) Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), selain memeriksa dan memutuskan permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang, berwenang pula memeriksa dan memutuskan perkara lain dibidang perniagaan yang penetapannya dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 281

Untuk pertama kali dengan Undang-undang ini, Pengadilan Niaga dibentuk pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pembentukan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan paling lambat dalam jangka waktu 120 (seratus dua puluh) hari terhitung sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini.

Pasal 282

(1) Pengadilan Niaga memeriksa dan memutuskan perkara pada tingkat pertama dengan Hakim Majelis.
(2) Dalam hal menyangkut perkara lain dibidang perniagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (2), Ketua Mahkamah Agung dapat menetapkan jenis dan nilai perkara yang pada tingkat pertama diperiksa dan diputuskan oleh hakim tunggal.

(3) Dalam menjalankan tugasnya, Hakim Pengadilan Niaga dibantu oleh seorang Panitera Pengganti dan Juru Sita.

Pasal 283

(1) Hakim Pengadilan Niaga diangkat berdasarkan surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung.

(2) Syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah:

a. telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan Peradilan Umum;

b. mempunyai dedikasi dan menguasai pengetahuan dibidang masalah-masalah yang menjadi lingkup kewenangan Pengadilan Niaga;

c. berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela; dan

d. telah berhasil menyelesaikan program pelatihan khusus sebagai hakim pada Pengadilan Niaga.

(3) Dengan tetap memperhatikan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, huruf c dan huruf d, dengan Keputusan Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung, pada Pengadilan Niaga ditingkat pertama dapat juga diangkat seseorang yang ahli sebagai hakim ad hoc.

Pasal 284

(1) Kecuali ditentukan lain dengan Undang-undang, hukum acara perdata yang berlaku diterapkan pula terhadap Pengadilan Niaga.
(2) Terhadap putusan Pengadilan Niaga ditingkat pertama yang menyangkut permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang, hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.

Pasal 285

Pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan oleh sebuah majelis hakim pada Mahkamah Agung yang khusus dibentuk untuk untuk memeriksa dan memutuskan perkara yang menjadi lingkup kewenangan Pengadilan Niaga.

Pasal 286

(1) Terhadap putusan Pengadilan Niaga yang telah memperoleh kekuatan hukun yang tetap, dapat diajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.

(2) Permohonan peninjauan kembali dapat dilakukan, apabila:

a. terdapat bukti tertulis baru yang penting, yang apabila diketahui pada tahap persidangan sebelumnya, akan menghasilkan putusan yang berbeda; atau

b. Pengadilan Niaga yang bersangkutan telah melakukan kesalahan berat dalam penerapan hukum.

Pasal 287

(1) Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 286 ayat (2) huruf a, dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

(2) Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 286 ayat (2) huruf b, dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

(3) Permohonan peninjauan kembali disampaikan oleh Panitera.

(4) Panitera mendaftar permohonan peninjauan kembali pada tanggal permohonan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani Panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal permohonan didaftarkan.

(5) Panitera menyampaikan permohonan peninjauan kembali kepada Panitera Mahkamah Agung dalam jangka waktu 1 x 24 jam terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan.

Pasal 288

(1) Pihak yang mengajukan permohonan peninjauan kembali wajib menyampaikan kepada Panitera bukti pendukung yang menjadi dasar pengajuan permohonan peninjauan kembali dan kepada termohon salinan permohonan peninjauan kembali berikut bukti pendukung yang bersangkutan, pada tanggal permohonan didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 287 ayat (4).
(2) Tanpa mengenyampingkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Panitera menyampaikan salinan permohonan peninjauan kembali berikut bukti pendukung kepada termohon dalam jangka waktu paling lambat 2 x 24 jam terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan.
(3) Pihak termohon dapat mengajukan jawaban terhadap permohonan peninjauan kembali yang diajukan, dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan.
(4) Panitera wajib menyampaikan jawaban tersebut kepada Panitera Mahkamah Agung, dalam jangka waktu paling lambat 12 (dua belas) hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan.

Pasal 289

(1) Mahkamah Agung segera memeriksa dan memberikan keputusan atas permohonan peninjauan kembali, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima Panitera Mahkamah Agung.
(2) Putusan atas permohonan peninjauan kembali harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
(3) dalam jangka waktu paling lambat 32 (tiga puluh dua) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima Panitera Mahkamah Agung, Mahkamah Agung wajib menyampaikan kepada para pihak salinan putusan peninjauan kembali yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut.

Pasal II

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini mulai berlaku setelah 120 (seratus dua puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 april 1998

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 april 1998

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ttd

SAADILLAH MURSID

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 7

setstats1